Sabtu, 24 Maret 2012

THE ISLAMIC ASTRONOMY

Islam dan Teori
Bumi Bundar
Oleh: Heri Ruslan
Bumi serta segala
isinya merupakan
bidang kajian yang menarik
perhatian para
ilmuwan Islam di
era keemasan.
Peradaban Islam
terbukti lebih awal menguasai ilmu
bumi
dibandingkan
masyarakat
Barat. Ketika
Eropa terkungkung
dalam 'kegelapan'
dan masih
meyakini bahwa
bumi itu datar,
para sarjana Muslim pada abad
ke-9 M telah
menyatakan
bahwa
bumi bundar
seperti bola. Wacana bentuk
bumi bundar baru
berkembang di
Barat pada abad
ke-16 M. Adalah
Nicoulas Copernicus yang
mencetuskannya.
Di tengah
kekuasaan Gereja
yang
dominan, Copernicus yang
lahir di Polandia
melawan arus
dengan
menyatakan
bahwa seluruh alam
semesta
merupakan bola.
Sejarah
Barat kemudian
mengklaim bahwa Copernicus-lah
ilmuwan pertama
yang
menggulirkan
terori bumi bulat.
Klaim Barat selama berabad-
abad
itu akhirnya telah
terpatahkan.
Sejarah kemudian
mencatat bahwa para
sarjana Islam-lah
yang
mencetuskan teori
bentuk bumi itu.
Para sejarawan bahkan memiliki
bukti bahwa
Copernicus
banyak
terpengaruh oleh
hasil pemikiran ilmuwan Islam.
Para sejarawan
sains sejak tahun
1950-an
mengkaji
hubungan Copernicus
dengan pemikiran
ilmuwan Muslim
dari abad ke-11
hingga 15 M. Hasil
penelitian yang dilakukan
Edward S
Kennedy dari
American
University of Beirut
menemukan adanya kesamaan
antara
matematika yang
digunakan
Copernicus untuk
mengembangkan teorinya dengan
matematika yang
digunakan para
astronom Islam –
dua atau tiga
abad sebelumnya. Copernicus
ternyata banyak
terpengaruh oleh
astronom Muslim
seperti Ibn al-
Shatir (wafat 1375), Mu'ayyad
al-
Din al-'Urdi (wafat
1266) dan Nasir
al-Din al-Tusi
(wafat 1274). Seperti halnya
peradaban Barat,
masyarakat Cina
yang lebih dulu
mencapai
kejayaan dibandingkan
dunia Islam pada
awalnya
meyakini bahwa
bumi itu datar dan
kotak. Orang Cina baru mengubah
keyakinannya
tentang bentuk
bumi pada abad
ke-17 M – setelah
berakhirnya era kekuasaan Dinasti
Ming. Sejak abad
itulah, melalui
risalah yang ditulis
Xiong Ming-yu
berjudul Ge Chi Cao wacana
bentuk bumi
bundar seperti
bola
mulai berkembang
di Negeri Tirai Bambu. ***
Beberapa abad
sebelum dua
peradaban besar
itu mulai
mengakui bahwa bentuk bumi
bundar, dunia
Islam telah
membuktikannya.
Di bawah
kepemimpinan Khalifah Al-
Ma'mun, pada
tahun 830 M,
Muhammad bin
Musa Al-
Khawarizmi beserta para
astronom
lainnya telah
membuat peta
globe
pertama. Tak hanya itu, para
sarjana Muslim di
era itu juga
mampu mengukur
volume dan
keliling bumi. Saat itu, para astronom
Muslim
menyatakan
bahwa keliling
bumi
mencapai 24 ribu mil atau 38,6
ribu kilometer.
Perhitungan yang
dilakukan pada
abad ke-9 itu
hampir akurat. Sebab, hanya
berbeda 3,6
persen dari
perkiraan
yang dilakukan
para ilmuwan di era modern.
Sebuah
pencapaian
yang terbilang luar
biasa dan
mungkin belum terpikirkan oleh
peradaban Barat
pada masa itu.
Atas permintaan
Khalifah
Abbasiyah ketujuh itu, para
astronom Muslim
sukses mengukur
jarak antara
Tadmur (Palmyra)
hingga Al-Raqqah di Suriah. Para
sarjana Muslim itu
menemukan fakta
bahwa kedua kota
itu
ternyata hanya terpisahkan oleh
satu derajat garis
lintang dan jarak
kedua kota itu
mencapai 66 2/3
mil. *** Pada abad ke-10 M, ilmuwan
Muslim bernama
Abu Raihan Al-
Biruni (973-1048)
juga mengukur
jari-jari bumi. Menurutnya, jari-
jari
bumi itu mencapai
6339,6
kilometer. Hal
pengukurannya itu hanya kurang 16,8
kilometer dari
nilai perkiraan
ilmuwan modern.
Saat itu, Al-Biruni
mengembangkan metode baru
dengan
menggunakan
perhitungan
trigonometri yang
didasarkan pada sudut antara
sebuah daratan
dengan puncak
gunung. Teori
bentuk bumi
bundar seperti bola juga
dinyatakan
geografer
dan kartografer
(pembuat peta)
Muslim dari abad ke-12 M, Abu
Abdullah
Muhammad Ibnu
Al-Idrisi
Ash-Sharif. Pada
tahun 1154 M, Al- Idrisi – ilmuwan
dari Cordoba --
secara gemilang
sukses membuat
peta bola bumi
alias globe dari perak. Bola bumi
yang
diciptakannya itu
memiliki berat
sekitar 400
kilogram. Dalam globe itu, Al-Idrisi
menggambarkan
enam benua
dengan dilengkapi
jalur
perdagangan, danau, sungai,
kota-
kota utama,
daratan serta
gunung-
gunung. Tak cuma itu, globe yang
dibuatnya itu juga
sudah memuat
informasi
mengenai jarak,
panjang dan tinggi secara
tepat. Guna
melengkapi bola
bumi yang
dirancangnya, Al-
Idrisi pun menulis buku berjudul Al-
Kitab al-Rujari
atau Buku Roger
yang
didedikasikan
untuk sang raja. *** Penjelajah asal
Spanyol,
Cristhoper
Columbus pun
membuktikan
kebenaran teori yang diungkapkan
Al-Idrisi.
Berbekal peta
yang dibuat Al-
Idrisi,
Columbus mengelilingi bumi
dan menemukan
Benua Amerika
yang
disebutnya 'New
World'. Padahal, bagi para
penjelajah Muslim
benua
itu bukanlah dunia
baru, karena
telah disinggahinya
beberapa
abad sebelum
Columbus. Dalam
ekspedisi yang
dilakukannya itulah, Columbus
meyakini bahwa
bentuk bumi
adalah bulat.
Secara resmi, para
sarjana Muslim telah
mengelaurkan
kesepakatan
bersama dalam
bentuk ijma
tentang bentuk bumi bundar. Teori
bentuk bumi bulat
diyakini oleh
Ibnu Hazm (wafat
1069), Ibnu Al-
Jawi (wafat 1200) dan Ibnu
Taimiyah (wafat
1328). Penegasan
ketika tokoh Islam
itu untuk
memperkuat hasil penelitian dan
penemuan yang
dicapai astronom
dan matematikus
Muslim. Secara
sepakat, Abul- Hasan ibnu
al-Manaadi, Abu
Muhammad Ibnu
Hazm, and Abul-
Faraj Ibnu Al-
Jawzi telah menyatakan
bahwa
bentuk bumi
adalah bundar
(istidaaratul-
aflaak). Ibnu Taimiyah
melandaskannya
pada Alquran
surat Az-Zumar
ayat 5. Allah SWT
berfirman: "...Dia memutarkan
malam atas siang
dan
memutarkan siang
atas malam..."
Selain itu, para ulama juga
berpegang pada
Surat Al-Anbiyaa
ayat 33. Allah
SWT berfirman,”
Dan Dialah yang telah
menciptakan
malam dan siang,
matahari dan
bulan. Masing-
masing dari keduanya itu
beredar
(falak) di dalam
garis edarnya.”
Kata “falak' dalam
ayat itu, menurut para
ulama, berarti
bundar. Ibnu
Taimiyah secara
tegas kemudian
menyatakan bahwa bentuk
bumi bulat seperti
bola. Penegasan
bentuk bumi
bundar
juga dinyatakan Abu Ya'la dalam
karyanya berjudul
Tabaqatal-
Hanabilah. Dalam
kitab itu, Abu
Ya'la mengutip sebuah ijma para
ulama Muslim
yang bersepakat
bahwa bentuk
bumi itu bundar.
Ijma itu diungkapkan oleh
generasi
kedua – murid-
murid para
sahabat
Nabi Muhammad SAW. Ilmuwan
terkemuka Ibnu
Khaldun
(wafat 1406)
dalam kitabnya
yang fenomenal
berjudul
Muqaddimah,
juga menyatakan
bahwa bumi itu
seperti bola. Pendapat itu
diperkuat oleh
Imam Ibnu Hazm
Rohimahulloh
dalam al-Fishol fil
Milal wan Nihal. Menurutnya, tak
ada satupun dari
'ulama kaum
muslimin --
semoga Allah
meridhoi mereka -- yang
mengingkari
bahwa Bumi itu
bundar dan tidak
dijumpai bantahan
atau satu kalimat pun dari
salah seorang dari
mereka. Dengan
meyakini bahwa
bentuk
bumi itu bundar, para sarjana
Muslim kemudian
menetapkan
sebuah cara untuk
menghitung
jarak dan arah dari satu titik di
bumi ke Makkah.
Melalui cara itulah,
arah kiblat
ditentukan.

Senin, 19 Maret 2012

Di antara makna ukhuwwah islamiah

Ada cerita:
Seusai melaksanakan shalat
bersama di Masjid Nabawi,
seorang jamaah yang baru
pertama kali berziarah ke Tanah
Suci berkomentar, “Kok, cara-cara shalat di sini banyak sekali perbedaannya, ya.” Pandangan ini menunjukkan bahwa jika shalat merupakan representasi keislaman seseorang seperti diisyaratkan dalam salah satu sabda Rasulullah, maka berarti ada banyak cara orang beragama Islam.
Di samping kiri kanan jamaah itu
orang-orang terlihat melakukan
beragam cara takbiratul ihram.
Lalu, tangannya diletakkan di
tempat yang berbeda-beda. Di
atas perut, di atas dada, atau seperti memeluk tubuh kedinginan.
Bahkan, ada pula yang
membiarkan tangan itu tergantung lepas. Demikian pula pada gerakan shalat lainnya. Gerakan tangan ketika berdiri sesudah rukuk, atau gerakan telunjuk dan posisi duduk ketika tasyahud akhir, semuanya terlihat berbeda-beda.
Tapi, semuanya berjalan damai.
Tidak ada perdebatan yang tidak menguntungkan, apalagi konflik. Bukan hanya itu,perilaku jamaah pun amat bervariasi. Mereka melakukan sesuatu tindakan sesuai ukuran norma yang dianutnya masing-masing. Jamaah yang baru pertama kali shalat di Masjid Nabawi itu sempat kaget.
Dia merasa diperlakukan tidak
sopan. Kepalanya dipegang
seenaknya. Badannya dilangkahi
tanpa basa-basi apa pun. Kadang,kepalanya yang tengah melakukan sujud pun bisa saja
tertendang kaki orang-orang yang masih mencari-cari ruang-ruang sempit di antara barisan para jamaah yang sejak awal telah mendapat tempat duduk. Mungkin bagi para pelakunya hal aneh itu dianggap wajar dan masih dalam batas-batas sopan santun. Tapi, sekali lagi, tidak ada amarah, caci maki, apalagi respons kekerasan. Mungkin begitulah tafsir pluralitas
seperti diisyaratkan Alquran (alhujurat :13), jika
Tuhan telah menciptakan manusia ini berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, tentu bukan hanya dalam wujud fisik yang tampak nyata dalam warna kulit, bahasa, dan budaya. Tapi, juga dalam ukuran-ukuran baik-buruk atau benar-salah sepanjang masih dalam ruang ijtihad, lingkup pemikiran, serta tradisi lokal yang menjadi referensi kehidupannya. Memang,pada praktiknya, beragama sendirpada dasarnya tidak lebih dari berbuat sesuatu amal sesuai kapasitas insani yang dimiliki seorang pemeluk sesuatu agama. Tidak dalam posisi dipaksanakan,
atau karena ada pemaksaan untuk melakukan sesuatu amal. Praktik beragama pada akhirnya
akan terikat pada etika dan
perilaku sosial yang bersumber
pada keragaman dan perbedaanseperti disebutkan Alquran. Jadi, ekspresi beragama pun akan tampak berbeda-beda. Ia tidak bisa dibikin sama, apalagi dipaksa
harus sama, dan kalaupun sama, semuanya terjadi karena ada kesamaan referensi dan
pengalaman yang sewaktu-waktu juga bisa saja berubah jadi berbeda. Inilah potret indah pluralitas seperti dipesankan Alquran dan dicontohkan Rasulullah.
Keberhasilan Nabi menciptakan
kerukunan di tengah perbedaan
masyarakat Madinah merupakan sampel mewujudkan perdamaian di tengah pluralitas umat untuk membangun kebersamaan yang sesungguhnya. Tapi, mengapa pluralitas di Tanah Air akhir-akhir ini masih saja ramai diwarnai ketegangan dan bahkan
kekerasan? Mungkin, kita masih
harus banyak belajar.

Minggu, 04 Maret 2012

Sepuluh Alasan Islam Mengharamkan Babi

Inilah Sepuluh Alasan Mengapa
Islam Mengharamkan Babi
REPUBLIKA.CO.ID,
SCOLAND -- Ajaran
Islam mengharamkan umatnya mengkonsumsi daging babi dan atau memanfaatkan seluruh anggota tubuh babi.
Berikut sepuluh alasan mengapa babi diharamkan.
Pertama, babi adalah container
(tempat penampung) penyakit. Beberapa bibit penyakit yang
dibawa babi seperti Cacing pita
(Taenia solium), Cacing spiral
(Trichinella spiralis), Cacing
tambang (Ancylostoma
duodenale), Cacing paru (Paragonimus pulmonaris), Cacing usus (Fasciolopsis buski), Cacing Schistosoma (japonicum), Bakteri Tuberculosis (TBC), Bakteri kolera (Salmonella choleraesuis), Bakteri
Brucellosis suis, Virus cacar (Small pox), Virus kudis (Scabies), Parasit protozoa Balantidium coli, Parasit
protozoa Toxoplasma gondii Kedua, daging babi empuk. Meskipun empuk dan terkesan
lezat, namun karena banyak
mengandung lemak, daging babi
sulit dicerna. Akibatnya, nutrien
(zat gizi) tidak dapat dimanfaatkan
tubuh. Ketiga, menurut Prof. A.V.
Nalbandov (Penulis buku : Adap-tif
Physiology on Mammals and Birds)
menyebutkan bahwa kantung
urine (vesica urinaria) babi sering
bocor, sehingga urine babi merembes ke dalam daging. Akibatnya, daging babi tercemar
kotoran yang mestinya dibuang
bersama urine. Keempat, Lemak punggung (back
fat) tebal dan mudah rusak oleh
proses ransiditas oksidatif (tengik),
tidak layak dikonsumsi manusia. Kelima, babi merupakan carrier
virus/penyakit Flu Burung (Avian
influenza) dan Flu Babi (Swine
Influenza). Di dalam tubuh babi, virus AI
(H1N1 dan H2N1) yang semula
tidak ganas bermutasi menjadi
H1N1/H5N1 yang ganas/
mematikan dan menular ke
manusia. Keenam, menurut Prof Abdul
Basith Muh. Sayid berbagai
penyakit yang ditularkan babi
seperti, pengerasan urat nadi,
naiknya tekanan darah, nyeri dada
yang mencekam (Angina pectoris), radang (nyeri) pada sendi-sendi
tubuh. Ketujuh, Dr. Murad Hoffman
(Doktor ahli & penulis dari Jerman)
menulis bahwa Memakan babi
yang terjangkiti cacing babi tidak
hanya berbahaya, tapi juga
menyebabkan peningkatan kolesterol tubuh dan
memperlambat proses penguraian
protein dalam tubuh. Ditambah cacing babi
Mengakibatkan penyakit kanker
usus, iritasi kulit, eksim, dan
rheumatic serta virus-virus
influenza yang berbahaya hidup
dan berkembang di musim panas karena medium (dibawa oleh)
babi. Kedelapan, penelitian ilmiah di
Cina dan Swedia menyebutkan
bahwa daging babi merupakan
penyebab utama kanker anus dan
usus besar. Kesembilan, Dr Muhammad Abdul
Khair (penulis buku : Ijtihaadaat fi
at Tafsir Al Qur’an al Kariim)
menuliskan bahwa daging babi
mengandung benih-benih cacing
pita dan Trachenea lolipia. Cacing tersebut berpindah kepada
manusia yang mengkonsumsi
daging babi. Kesepuluh, DNA babi mirip dengan
manusia, sehingga sifat buruk babi
dapat menular ke manusia. Beberapa sifat buruk babi seperti,
Binatang paling rakus, kotor, dan
jorok di kelasnya, Kemudian
kerakusannya tidak tertandingi
hewan lain, serta suka memakan
bangkai dan kotorannya sendiri dan Kotoran manusia pun
dimakannya. Sangat suka berada
di tempat yang basah dan kotor.
Untuk memuaskan sifat rakusnya,
bila tidak ada lagi yang dimakan,
ia muntahkan isi perutnya, lalu dimakan kembali. Lebih lanjut
Kadang ia mengencingi pakannya
terlebih dahulu sebelum dimakan. Selain kesepuluh alasan diatas
ternyata ada beberapa penyakit
lain yang dapat disebabkan oleh
babi seperti kholera babi (penyakit
menular berba-haya yang
disebabkan bakteri), keguguran nanah (disebabkan bakteri prosilia
babi), kulit kemerahan yang ganas
(mematikan) dan menahun,
Penyakit pengelupasan kulit, dan
Benalu Askaris, yang berbahaya
bagi manusia