Sabtu, 21 Januari 2012

ORIENTALISME

Menguak Jejak Orientalisme di
Dunia Islam REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh Heri Ruslan Pada abad pertengahan, dunia Islam sedang
mengalami era keemasan. Di
zaman itu – abad ke-7 hingga 13
M – peradaban Islam menguasai
dunia. Kota-kota Islam, seperti
Baghdad di Irak, serta Andalusia (Spanyol Islam) menjadi lautan
ilmu pengetahuan dan peradaban.
Berbagai ilmu pengetahuan
muncul dan berkembang. Kemajuan dunia Islam dalam
berbagai bidang yang amat pesat
itu sangat kontras dengan kondisi
negara-negara yang ada di Barat.
Kemajuan peradaban di dunia
Islam akhirnya memberi pengaruh bagi kehidupan bangsa Eropa.
Masyarakat Eropa yang menjadi
penduduk asli Andalusia
menggunakan bahasa Arab dan
adat istiadat Arab dalam
kehidupan sehari-hari. ‘’Pada masa itu, orang-orang
Eropa pun berlomba-lomba
bersekolah di perguruan-perguruan
tinggi Islam,’’ tulis Ensiklopedi
Islam. Menurut Dr Qasim
Assamurai dalam Bukti-bukti Kebohongan Orientalis,
masyarakat Eropa terhubung
dengan pemikiran Islam melalui
Spanyol, utamanya Toledo dan
lewat Sicilia, Italia. Saking besarnya pengaruh
pemikiran dan peradaban Islam,
tak sedikit raja-raja Spanyol yang
hanya menguasai bahasa Arab.
Sebut saja, Raja Peter I (wafat
1104 M) dan Raja Aragon. Bahkan, di saat menduduki tahta,
papar Ensikolpedi Islam, Raja
Alonso IV mencetak uang dengan
memakai bahasa Arab. Di Sicilia pengaruh pemikiran dan
peradaban Islam lebih besar lagi.
‘’Raja-raja Normandia yang
memerintah sebagian besar Eropa
dari pangkalan mereka di Sicilia
meramaikan istana mereka dengan mengundang begitu
banyak ilmuwan Muslim,’’ papar Dr
Qasim. Raja Roger I, misalnya,
mengumpulkan para filsuf, dokter,
dan ahli-ahli Islam dari berbagai
disiplin ilmu. Bahkan, Raja Roger II
menggunakan pakaian Arab
sebagai pakaian kebesarannnya.
Pengaruh Islam pada zaman itu
juga masuk ke gereja-gereja,
dengan munculnya ukiran dan tulisan-tulisan Arab di dinding-
dindingnya. Bahkan, tren mode
pakaian, wanita-wanita Kristen di
Sicilia lebih meniru busana wanita
Islam. ‘’Raja-raja Normandia telah
menjadi emir-emir Timur yang
dikelilingi para penyair dan filosof
seperti para raja dan sultan
Muslim,’’ tulis Hugh Trover Rober
dalam The Rise of Christian Europe. Bahkan, kata Rober,
bahasa Arab menjadi bahasa resmi
dalam catatan administrasinya. Malah Raja Frederik II yang
dikenal sebagai ‘’Sultan Sisilian
yang tak dibaptis’’ mulai
mendirikan pusat penerjemahan.
‘’Ia menugaskan Michael Scott dan
yang lainnya untuk menerjemahkan buku-buku
berbahasa Arab ke dalam bahasa
Latin,’’ papar Rober. Bahkan, di
Sicilia dibangun Universitas Napoli
dan menjadikan buku-buku yang
ditulis para ilmuwan Islam sebagai rujukan utama. Jika menilik pada pembagian
periode tiga munculnya
orientalisme, yang dimulai pada
masa sebelum meletusnya Perang
Salib, pada zaman itulah
orientalisme sudah mulai berlangsung. Orientalisme pada
periode sebelum Perang Salib juga
dibuktikan dengan banyaknya
pelajar dari berbagai penjuru
Eropa, seperti Prancis, Inggris,
Jerman, dan Italia yang datang untuk belajar ke dunia Islam. Salah satu tokoh Katholik yang
menuntut ilmu di dunia Islam
adalah Paus Silvester II ( menjadi
Paus dari 999-1003). Pada waktu
mudanya, Ia bernama Gerbert
d’Aurillac. Ia sempat belajar ke Andalusia. Selain itu, ada pula
Adelard dari Bath (1107-1135)
yang juga belajar di Andalusia dan
Sicilia yang kemudian menjadi
guru Pengeran Henry dan kelak
menjadi raja di Inggris. ‘’Pada zaman inilah muncul
orientalisme di kalangan
masyarakat Barat,’’ tulis
Ensiklopedi Islam. Di era itu,
bahasa Arab menjadi bahasa yang
harus dikuasai dan dipelajari dalam bidang ilmiah dan filsafat.
Sejumlah perguruan tinggi di
Eropa pun memasukan bahasa
Arab sebagai bagian dari
kurikulum, sehingga wajib
diajarkan. Perguruan tinggi yang
mengajarkan bahasa Arab itu
antara lain, Bologna di Italia pada
1076 M. Chartres di Prancis tahun
1117, Oxford di Inggris tahun
1167, dan paris pada tahun 1170. Masuknya pelajaran bahasa Arab
dalam kurikulum telah melahirkan
sejumlah penerjemah karya-karya
dari dunia Islam ke dalam bahasa
Latin, seperti Constantinus
Africanus (wafat 1087), dan Gerard Cremonia (wafat 1187 M). Pada fase pertama ini, orientalisme
bertujuan untuk memindahkan
ilmu pengetahuan dan filasafat
dari dunia Islam ke Eropa. Menurut
Ensiklopedi Islam, ilmu
pengetahuan yang berkembang di dunia Islam itu kemudian diambil
sebagaimana adanya. Red: Heri Ruslan