Rabu, 11 Januari 2012

muallaf-ALICYA BROWN

Alicia Brown: Bahagia Menjadi
Muslimah REPUBLIKA.CO.ID, Alicia Brown
adalah seorang wanita muda asal
Texas, Amerika yang dibesarkan
dari keluarga Kristen. Kedua orang
tuanya tidak pernah membimbing
agama secara baik kepadanya. “Aku bukan berasal dari keluarga
yang religius,” ungkapnya. Ketika
kecil, kedua orang tuanya
memang membaptis dirinya secara
Kristen. Tetapi ia dan keluarga
sangat jarang untuk beribadah dan pergi ke gereja. Kondisi keluarga Alicia diperparah
ketika kedua orang tuanya
bercerai diusianya yang baru 10
tahun. Hingga usianya 17 tahun,
Alicia dan adiknya tinggal bersama
Ayahnya. Ketika hidup bersama sang Ayah, ia pun selalu menerima
perlakuan kasar, namun tidak
pada adiknya. Itu dikarenakan,
sang Ayah selalu mengingat wajah
Ibunya ketika memandang Alicia
dan kebencian akan sang istri pun muncul. Sejak menerima kekerasan itu,
Alicia pun semakin membenci
Ayahnya dan mencari pelarian.
“Aku hanya mau melakukan yang
menurutku menyenangkan,”
ungkapnya. Ia pun menggunakan narkotika, sering mabuk-mabukan
dan berhubungan seks, namun
ternyata semua itu tidak pernah
memenuhi kepuasan diri dan
emosionalnya. Sampai akhirnya ia
memutuskan untuk tinggal bersama sang Ibu ketika ia
berumur 17 tahun. Ia berharap dengan tinggal
bersama Ibu, kehidupannya pun
berubah menjadi lebih baik.
Namun kenyataan berkata lain,
ternyata pola hidup Alicia
bertambah buruk. Alicia beberapa kali berhubungan intim dengan
sahabat prianya di SMA, yang
akhirnya membawa ia hamil diluar
nikah di usianya yang masih
sangat belia. Setelah putri
pertamanya lahir, ia masih menjalani masa-masa terparah
bersam pasangan prianya. Bersama pasangan hidupnya pula,
ia mengkonsumsi narkoba dan
mariyuana bahkan kokain. Setelah
tiga bulan menjalani hidup seperti
itu, akhirnya ia memutuskan harus
mengakhiri semua ini. Dan Alicia pun meninggalkan pasangan
prianya, keputusan itu ia ambil
setelah pria itu tidak mau berubah
dan berhenti dengan kebiasaan
buruknya. “Saya pikir dia juga mau
berubah, namun ternyata aku salah,” ungkapnya. Kondisi ini diperparah setelah
putrinya didiagnosa mengalami
penyakit sindrom Guillain-Barre,
yang menyebabkan kelumpuhan
otot. Akhirnya Alicia pun
membawa putrinya ke Rumah Sakit (RS). Dari sinilah ia mulai
sadar akan kehidupan buruknya
selama ini, dan berjanji akan
memperbaiki jalan hidupnya.
Alicia mulai
bersentuhan dengan Islam, ketika
berkenalan dengan Hayat di
rumah sakit. Ia mulai
memberanikan bertanya tentang
agama yang sejak kecil tidak pernah ia pahami. Dari Hayat
inilah ia pun mulai mengenal Islam
secara lebih baik. Sebelumnya ia pun memiliki
persepsi yang negatif tentang
Islam, meski ia dibesarkan dalam
Kristen yang tidak begitu religius.
Ia meyakini paham Islam sangat
bertentangan dengan Kristen. Ia meyakini Yesus mati di kayu salib
dan sebagai anak Allah, namun
tidak dalam Islam. ”Berkat pertanyaanku ke beberapa
teman Muslim akan agama.
Perlahan kebingunganku terhadap
agama pun mulai terjawab,”
ungkap Alicia. Seperti pertanyaan
mengapa Yesus harus mati di kayu salib untuk dosa manusia? atau
mengapa Tuhan tidak
mengampuni saja dosa manusia
tanpa harus Yesus disalib?
Mengapa ini harus terjadi, padahal
Allah adalah Maha Pengampun dan Maha Kuat? Akhirnya Alicia pun memulai
membaca Alkitab untuk
memperjelas semua keyakinan
Kristennya. Namun ia tidak juga
mendapatkan kepuasan batin.
Karena dalam Alkitab sendiri banyak versi terjemahan yang
berbeda. Bahkan ketika ia
berkunjung ke satu gereja dengan
gereja lain, Ia mendapati berbagai
versi Alkitab dari berbagai gereja.
“Itu semakin membuatku bingung,” ujarnya. Alicia sempat iri ketika melihat
Islam yang hanya memegang satu
versi kitab suci Al-Quran. Dan
hampir semua orang Islam
memahami konsep agamanya
sesuai Al-Quran. Membaca terjemahan dalam bahasa inggris
sama persis dengan apa yang
disampaikan dengan bahasa arab.
Dan yang mengherankan baginya,
ternyata konsep agama Islam dan
ketuhanannya lebih mudah ia pahami. Inilah yang membuatnya
semakin tertarik terhadap Islam. Alicia pun memberanikan
memeluk agama Islam di akhir
tahun 2011 dengan bantuan
Hana, ibunya Hayat. Hana pun
menunjukkan beberapa ayat
didalam Al-Quran untuk benar- benar meyakini akan keputusanku.
Diantaranya tentang posisi Yesus,
yang mengatakan bahwa ia bukan
Tuhan namun hanya nabi utusan
Allah. Dan di akhir ayat tersebut ia
membaca terjemahan ‘Untuk orang yang mencari tanda, ini
adalah tanda bagi orang yang
berfikir.’ Kemudian Hana mengatakan, ''ini
adalah tanda untukmu Alicia.''
“Bagi saya itu perasaan yang luar
biasa menghampiri saya, dan
seketika itupula saya menangis,”
ujarnya. Ini adalah persis seperti apa yang ia cari selama ini, dan ia
meyakini Tuhan memberikan
Islam, karena ini adalah sesuatu
yang spesial. Itu terbukti dengan
perasaan yan ia alami yang benar-
benar membuatnya bahagia, ia tidak pernah merasakan
kebahagian seperti ini
sebelumnya. “Aku tidak pernah
sebahagia ini sampai ketika aku
memeluk Islam” jelasnya. Alicia merasa benar-benar seperti
memulai kehidupan yang baru. Ia
mengibaratkan, seperti
melepaskan beban berat yang
selama ini telah dipikulnya. Ia
merasakan lebih lapang dan mudah serta tidak perlu khawatir
tentang berbagai hal. “Insya Allah,
saya telah berkomitmen dengan
Islam dan semua hal yang terjadi
dalam hidup saya sebelumnya
tidaklah penting lagi,” paparnya. Red: Heri Ruslan
Rep: amri amrullah

mu'allaf YUSUF DARBESYE

Mualaf Yusuf Derbeshyre: Biografi
Nabi Muhammad Membuatku
Memilih Islam (1) REPUBLIKA.CO.ID, Saya
bernama, Yusuf Derbeshyre.
Sebelum menjadi Muslim, saya
adalah apa yang Anda bisa
mengklasifikasikan sebagai "tipe
pemuda Inggris pada umumnya".Saya biasa pergi
minum-minum pada malam Sabtu,
dan semua hal semacam
itu. Namun, semuanya berubah
sekitar lima tahun yang lalu, ketika
saya pergi berlibur ke Yunani. Biasanya, jika kita ingin berlibur,
kita akan punya banyak buku
dikemas dalam ransel untuk
dibaca. Maka, saya pun pergi ke
sebuah toko buku dan mencari
sebuah buku yang bagus. Ternyata, setelah melihat-
lihat di toko buku tersebut, dan
saya tidak bisa menemukan apa-
apa yang saya anggap menarik.
Saya masih memakai ransel di
punggung saya, dan ketika saya berbalik untuk pergi, saya
mengetuk rak buku dan semua
buku jatuh. Karena malu, saya mengambil
semua buku, termasuk sebuah
buku yang ditulis Barnaby
Rogerson yang menuliskan
tentang biografi Nabi Muhammad. Saya membaca halaman pertama
dan isinya menarik. Saya
membaca halaman kedua.
Membawanya ke meja kasir,
membelinya dan membawanya
berlibur dengan saya. Setelah membaca buku itu, saya
pikir "Ya saya ingin belajar lebih
banyak." Ketika saya kembali dari liburan,
saya mulai pergi ke masjid dekat
rumah. Di sana, saya mengungkap
niat untuk belajar lebih banyak
tentang Islam. Dan Imam, yang
membantu saya membaca syahadat, mengatakan "Nah,
sejujurnya, cara terbaik untuk
memahami Islam adalah menjadi
seorang Muslim." Saya tidak berpikir dua kali tentang
hal itu. Saya langsung bersaksi
mengucap syahadat di sana dan
saat itu juga. Sebagai
seseorang yang baru menjadi
Muslim, Anda menemukan bahwa
Anda semacam memiliki
kesamaan dari para sahabat Nabi.
Ini karena mereka semua juga seorang mualaf. Dan, saya
merasakan adanya kesamaan
dengan Hamzah, seorang tentara
Muslim. Sebelum menjadi Muslim, ia sering
minum minuman keras dan hidup
yang keras, serta ia sangat
menikmati hidupnya. Ternyata, dia
lebih menikmati hidupnya dengan
penuh setelah ia menjadi seorang Muslim. Saya sangat memiliki
kesamaan dengannya, dan
merasa ada hubungan di antara
kita. Kebersamaan kami terus berlanjut
hingga saya memutuskan untuk
berhaji. Ketika itu saya sempat
mendatangi tempat terjadinya
Perang Uhud. Ketika itulah saya
merasakan dorongan emosional yang kuat. Ketika turun dari bus dan berjalan,
rasanya saya seperti sedang
berjalan melalui ketenangan. Saya
merasa sangat emosional, dan air
mata hanya mengalir di wajah
saya, dan saya tidak bisa menghentikan mereka, tidak tahu
mengapa. Jadi saya terus berjalan, dan ketika
saya turun di jalanan berpasir, saya
merasakan kesedihan saya sirna.
Aneh, pikir saya. Tapi, saya terus
berjalan menuju pemakaman. Aku
berdoa untuk para tentara saat Perang Uhud, termasuk untuk
Hamzah. Ketika waktu pergi tiba dan
sedang berjalan melintasi jalanan
berpasir, perasaan itu muncul
lagi. Saya hanya bisa menangis.
Seseorang bertanya kepada saya
"Ada apa?" Dan saya mengatakan semuanya kepada dia, petugas
penerjemah rombongan kami. Dia mengatakan, "Ketika Nabi
kami tahu apa yang terjadi kepada
pamannya ia menangis, dan
hanya menangis dan menangis." Saya berkata "Saya merasa di sini,
di dada saya, untuk Hamzah dan
saya merasa terpukul dan terharu
sepenuhnya.'' Ketika saya pulang, saya berkata
pada istri saya, yang sedang hamil
saat itu."Jika kita memiliki seorang
putra, saya ingin memanggilnya
Hamzah.'' Rupanya, kami mendapatkan
seorang gadis kecil. Jadi sebelum
saya pergi menemui ibuku, saya
melihat di internet untuk melihat
apakah ada perempuan yang
memiliki hubungan dengan Hamzah, agar dapat memberinya
nama perempuan tersebut. Sayang, saya tidak bisa
menemukan sesuatu. Istri saya
mengatakan "Tanyakan ibumu".
Jadi saya bertanya pada ibuku dan
ibuku mulai mencari. Beberapa
hari kemudian, dia bilang dia mencari melalui internet dan
menemukan tiga nama untuk kita.
Yang paling kami suka adalah
Safiyya. Jadi kami berpikir
"Baiklah, kita akan memberinya
nama Safiyya". Beberapa bulan setelah kami
melakukan itu, saya merasa
sangat tertekan dan frustrasi. Saya
punya buku dan membaca
tentang kisah setelah Uhud. Di
lembar awal, buku itu hanya menceritakan tentang proses
kematian dan penguburan para
tentara Muslim dan Hamzah
sendiri. Kemudian buku itu mulai
berbicara tentang adik Hamzah
yang datang dengan dua potong kain. Dan, nama adik Hamzah
adalah Safiyya! Red: Endah Hapsari
Rep: aghia khumaesi