Kamis, 12 April 2012

Warisan Dalam Islam

Waris dalam Islam, Seperti Apa
Sih? REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh: Heri Ruslan Dalam hukum waris
Islam, setiap pribadi, baik itu laki-laki atau perempuan,
berhak memiliki harta benda. Waris berasal dari bahasa Arab
warisa-yarisu-warsan atau irsan/
turas yang berarti mempusakai.
Menurut Muhammad Thaha Abul
Ela Khalifah dalam Ahkamul
Mawarits: 1.400 Mas’alah Miratsiyah, waris berarti
berpindahnya harta dari orang
yang meninggal kepada yang
masih hidup (ahli waris). Rasulullah SAW sangat
menganjurkan umatnya untuk
mempelajari dan mengajarkan
ilmu waris. Rasulullah SAW
bersabda, Pelajarilah ilmu waris
dan ajarkan, karena ilmu waris merupakan separuh ilmu. Ilmu
waris adalah ilmu yang mudah
dilupakan dan yang pertama kali
dicabut dari umatku. (HR Ibnu
Majah dan Daruquthni). Ilmu waris merupakan salah satu
ilmu dalam Islam yang memiliki
tingkat kesulitan tinggi, terutama
bagi masyarakat awam, ujar
Muhammad Thaha. Hingga kini,
banyak umat Islam yang tak memahami ilmu waris Islam.
Sehingga, kita kerap mendengar
sebuah keluarga bertengkar atau
saling menggugat di pengadilan
demi berebut hak waris. Dalam hadis yang diriwayatkan
Imam Ahmad, Nabi Muhammad
bersabda, sekitar 14 abad yang
lalu telah memprediksi bahwa
pembagian masalah waris bisa
menimbulkan pertengkaran. Untuk itu, Islam sebagai agama yang
sempurna telah mengatur dan
mengajarkan tata cara pembagian
harta waris secara rinci. Islam mengatur hubungan
manusia dengan sesamanya, baik
dalam skala kecil maupun besar,
menurut Dr Moch Dja’far dalam
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam,
termasuk di antaranya tekait pembagian warisan. Menurut dia,
ajaran Islam berupaya mengganti
pola kewarisan yang berlaku di
zaman Jahiliyah dengan pola
kewarisan yang lebih adil. Menurut Moch Dja’far, dalam
hukum waris Islam, setiap pribadi,
baik itu laki-laki maupun
perempuan, berhak memiliki harta
benda. Kaum wanita, selain
berhak memiliki harta benda, juga berhak mewariskan dan mewarisi
sebagaimana laki-laki. Sistem pembagian waris yang
diajarkan Islam itu lebih adil jika
dibandingkan dengan yang
diterapkan masyarakat Arab di
zaman Jahiliyah. Pada masa itu,
bukan hanya tak bisa mewarisi dan mewariskan, kaum wanita tak
diperbolehkan memiliki harta
benda, kecuali wanita-wanita dari
kalangan elite. Bahkan, pada
masa itu, wanita menjadi sesuatu
yang diwariskan. Allah SWT dalam Alquran surah an-Nisa ayat 19
menegur kebiasaan orang-orang
Arab yang suka mewarisi
perempuan dengan paksa. Hukum waris Islam secara rinci
mengatur siapa saja yang berhak,
siapa yang tak berhak, dan ukuran
atau bagian yang harus diterima
setiap ahli waris. Menurut
Ensiklopedi Islam, ketentuan pembagian waris itu telah
tercantum dalam sumber hukum
Islam yang paling utama, yakni
Alquran. Sehingga mempunyai kekuatan
hukum tertinggi karena sifat
turunnya ayat-ayat itu tak
diragukan dan pasti, ujar
Muhammad Thaha. Terlebih, ayat-
ayat tentang waris begitu jelas dan tak memerlukan penafsiran lain.
Ayat-ayat tentang waris terutama
terdapat dalam surah an-Nisa ayat
7, 8, 11, 12, dan 176. Seperti halnya ibadah-ibadah yang
ada dalam ajaran Islam, waris pun
dilengkapi dengan syarat dan
rukun. Syarat waris itu, antara lain,
pewaris (yang wafat), ahli waris
(yang hidup), dan tak ada penghalang dalam mendapatkan
warisan. Rukun-rukun waris, kata
Muhammad Thaha, juga terdiri
atas tiga, yakni orang yang
meninggal, ahli waris, dan harta
yang diwariskan. Ketiga perkara ini
merupakan perkara penting yang harus ada dalam sebuah proses
pewarisan, tuturnya. Rasulullah
SAW melunasi semua utangnya
terlebih dahulu sebelum
melaksanakan wasiat. Red: Heri Ruslan