Kamis, 12 April 2012

Warisan Dalam Islam

Waris dalam Islam, Seperti Apa
Sih? REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh: Heri Ruslan Dalam hukum waris
Islam, setiap pribadi, baik itu laki-laki atau perempuan,
berhak memiliki harta benda. Waris berasal dari bahasa Arab
warisa-yarisu-warsan atau irsan/
turas yang berarti mempusakai.
Menurut Muhammad Thaha Abul
Ela Khalifah dalam Ahkamul
Mawarits: 1.400 Mas’alah Miratsiyah, waris berarti
berpindahnya harta dari orang
yang meninggal kepada yang
masih hidup (ahli waris). Rasulullah SAW sangat
menganjurkan umatnya untuk
mempelajari dan mengajarkan
ilmu waris. Rasulullah SAW
bersabda, Pelajarilah ilmu waris
dan ajarkan, karena ilmu waris merupakan separuh ilmu. Ilmu
waris adalah ilmu yang mudah
dilupakan dan yang pertama kali
dicabut dari umatku. (HR Ibnu
Majah dan Daruquthni). Ilmu waris merupakan salah satu
ilmu dalam Islam yang memiliki
tingkat kesulitan tinggi, terutama
bagi masyarakat awam, ujar
Muhammad Thaha. Hingga kini,
banyak umat Islam yang tak memahami ilmu waris Islam.
Sehingga, kita kerap mendengar
sebuah keluarga bertengkar atau
saling menggugat di pengadilan
demi berebut hak waris. Dalam hadis yang diriwayatkan
Imam Ahmad, Nabi Muhammad
bersabda, sekitar 14 abad yang
lalu telah memprediksi bahwa
pembagian masalah waris bisa
menimbulkan pertengkaran. Untuk itu, Islam sebagai agama yang
sempurna telah mengatur dan
mengajarkan tata cara pembagian
harta waris secara rinci. Islam mengatur hubungan
manusia dengan sesamanya, baik
dalam skala kecil maupun besar,
menurut Dr Moch Dja’far dalam
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam,
termasuk di antaranya tekait pembagian warisan. Menurut dia,
ajaran Islam berupaya mengganti
pola kewarisan yang berlaku di
zaman Jahiliyah dengan pola
kewarisan yang lebih adil. Menurut Moch Dja’far, dalam
hukum waris Islam, setiap pribadi,
baik itu laki-laki maupun
perempuan, berhak memiliki harta
benda. Kaum wanita, selain
berhak memiliki harta benda, juga berhak mewariskan dan mewarisi
sebagaimana laki-laki. Sistem pembagian waris yang
diajarkan Islam itu lebih adil jika
dibandingkan dengan yang
diterapkan masyarakat Arab di
zaman Jahiliyah. Pada masa itu,
bukan hanya tak bisa mewarisi dan mewariskan, kaum wanita tak
diperbolehkan memiliki harta
benda, kecuali wanita-wanita dari
kalangan elite. Bahkan, pada
masa itu, wanita menjadi sesuatu
yang diwariskan. Allah SWT dalam Alquran surah an-Nisa ayat 19
menegur kebiasaan orang-orang
Arab yang suka mewarisi
perempuan dengan paksa. Hukum waris Islam secara rinci
mengatur siapa saja yang berhak,
siapa yang tak berhak, dan ukuran
atau bagian yang harus diterima
setiap ahli waris. Menurut
Ensiklopedi Islam, ketentuan pembagian waris itu telah
tercantum dalam sumber hukum
Islam yang paling utama, yakni
Alquran. Sehingga mempunyai kekuatan
hukum tertinggi karena sifat
turunnya ayat-ayat itu tak
diragukan dan pasti, ujar
Muhammad Thaha. Terlebih, ayat-
ayat tentang waris begitu jelas dan tak memerlukan penafsiran lain.
Ayat-ayat tentang waris terutama
terdapat dalam surah an-Nisa ayat
7, 8, 11, 12, dan 176. Seperti halnya ibadah-ibadah yang
ada dalam ajaran Islam, waris pun
dilengkapi dengan syarat dan
rukun. Syarat waris itu, antara lain,
pewaris (yang wafat), ahli waris
(yang hidup), dan tak ada penghalang dalam mendapatkan
warisan. Rukun-rukun waris, kata
Muhammad Thaha, juga terdiri
atas tiga, yakni orang yang
meninggal, ahli waris, dan harta
yang diwariskan. Ketiga perkara ini
merupakan perkara penting yang harus ada dalam sebuah proses
pewarisan, tuturnya. Rasulullah
SAW melunasi semua utangnya
terlebih dahulu sebelum
melaksanakan wasiat. Red: Heri Ruslan

Sabtu, 24 Maret 2012

THE ISLAMIC ASTRONOMY

Islam dan Teori
Bumi Bundar
Oleh: Heri Ruslan
Bumi serta segala
isinya merupakan
bidang kajian yang menarik
perhatian para
ilmuwan Islam di
era keemasan.
Peradaban Islam
terbukti lebih awal menguasai ilmu
bumi
dibandingkan
masyarakat
Barat. Ketika
Eropa terkungkung
dalam 'kegelapan'
dan masih
meyakini bahwa
bumi itu datar,
para sarjana Muslim pada abad
ke-9 M telah
menyatakan
bahwa
bumi bundar
seperti bola. Wacana bentuk
bumi bundar baru
berkembang di
Barat pada abad
ke-16 M. Adalah
Nicoulas Copernicus yang
mencetuskannya.
Di tengah
kekuasaan Gereja
yang
dominan, Copernicus yang
lahir di Polandia
melawan arus
dengan
menyatakan
bahwa seluruh alam
semesta
merupakan bola.
Sejarah
Barat kemudian
mengklaim bahwa Copernicus-lah
ilmuwan pertama
yang
menggulirkan
terori bumi bulat.
Klaim Barat selama berabad-
abad
itu akhirnya telah
terpatahkan.
Sejarah kemudian
mencatat bahwa para
sarjana Islam-lah
yang
mencetuskan teori
bentuk bumi itu.
Para sejarawan bahkan memiliki
bukti bahwa
Copernicus
banyak
terpengaruh oleh
hasil pemikiran ilmuwan Islam.
Para sejarawan
sains sejak tahun
1950-an
mengkaji
hubungan Copernicus
dengan pemikiran
ilmuwan Muslim
dari abad ke-11
hingga 15 M. Hasil
penelitian yang dilakukan
Edward S
Kennedy dari
American
University of Beirut
menemukan adanya kesamaan
antara
matematika yang
digunakan
Copernicus untuk
mengembangkan teorinya dengan
matematika yang
digunakan para
astronom Islam –
dua atau tiga
abad sebelumnya. Copernicus
ternyata banyak
terpengaruh oleh
astronom Muslim
seperti Ibn al-
Shatir (wafat 1375), Mu'ayyad
al-
Din al-'Urdi (wafat
1266) dan Nasir
al-Din al-Tusi
(wafat 1274). Seperti halnya
peradaban Barat,
masyarakat Cina
yang lebih dulu
mencapai
kejayaan dibandingkan
dunia Islam pada
awalnya
meyakini bahwa
bumi itu datar dan
kotak. Orang Cina baru mengubah
keyakinannya
tentang bentuk
bumi pada abad
ke-17 M – setelah
berakhirnya era kekuasaan Dinasti
Ming. Sejak abad
itulah, melalui
risalah yang ditulis
Xiong Ming-yu
berjudul Ge Chi Cao wacana
bentuk bumi
bundar seperti
bola
mulai berkembang
di Negeri Tirai Bambu. ***
Beberapa abad
sebelum dua
peradaban besar
itu mulai
mengakui bahwa bentuk bumi
bundar, dunia
Islam telah
membuktikannya.
Di bawah
kepemimpinan Khalifah Al-
Ma'mun, pada
tahun 830 M,
Muhammad bin
Musa Al-
Khawarizmi beserta para
astronom
lainnya telah
membuat peta
globe
pertama. Tak hanya itu, para
sarjana Muslim di
era itu juga
mampu mengukur
volume dan
keliling bumi. Saat itu, para astronom
Muslim
menyatakan
bahwa keliling
bumi
mencapai 24 ribu mil atau 38,6
ribu kilometer.
Perhitungan yang
dilakukan pada
abad ke-9 itu
hampir akurat. Sebab, hanya
berbeda 3,6
persen dari
perkiraan
yang dilakukan
para ilmuwan di era modern.
Sebuah
pencapaian
yang terbilang luar
biasa dan
mungkin belum terpikirkan oleh
peradaban Barat
pada masa itu.
Atas permintaan
Khalifah
Abbasiyah ketujuh itu, para
astronom Muslim
sukses mengukur
jarak antara
Tadmur (Palmyra)
hingga Al-Raqqah di Suriah. Para
sarjana Muslim itu
menemukan fakta
bahwa kedua kota
itu
ternyata hanya terpisahkan oleh
satu derajat garis
lintang dan jarak
kedua kota itu
mencapai 66 2/3
mil. *** Pada abad ke-10 M, ilmuwan
Muslim bernama
Abu Raihan Al-
Biruni (973-1048)
juga mengukur
jari-jari bumi. Menurutnya, jari-
jari
bumi itu mencapai
6339,6
kilometer. Hal
pengukurannya itu hanya kurang 16,8
kilometer dari
nilai perkiraan
ilmuwan modern.
Saat itu, Al-Biruni
mengembangkan metode baru
dengan
menggunakan
perhitungan
trigonometri yang
didasarkan pada sudut antara
sebuah daratan
dengan puncak
gunung. Teori
bentuk bumi
bundar seperti bola juga
dinyatakan
geografer
dan kartografer
(pembuat peta)
Muslim dari abad ke-12 M, Abu
Abdullah
Muhammad Ibnu
Al-Idrisi
Ash-Sharif. Pada
tahun 1154 M, Al- Idrisi – ilmuwan
dari Cordoba --
secara gemilang
sukses membuat
peta bola bumi
alias globe dari perak. Bola bumi
yang
diciptakannya itu
memiliki berat
sekitar 400
kilogram. Dalam globe itu, Al-Idrisi
menggambarkan
enam benua
dengan dilengkapi
jalur
perdagangan, danau, sungai,
kota-
kota utama,
daratan serta
gunung-
gunung. Tak cuma itu, globe yang
dibuatnya itu juga
sudah memuat
informasi
mengenai jarak,
panjang dan tinggi secara
tepat. Guna
melengkapi bola
bumi yang
dirancangnya, Al-
Idrisi pun menulis buku berjudul Al-
Kitab al-Rujari
atau Buku Roger
yang
didedikasikan
untuk sang raja. *** Penjelajah asal
Spanyol,
Cristhoper
Columbus pun
membuktikan
kebenaran teori yang diungkapkan
Al-Idrisi.
Berbekal peta
yang dibuat Al-
Idrisi,
Columbus mengelilingi bumi
dan menemukan
Benua Amerika
yang
disebutnya 'New
World'. Padahal, bagi para
penjelajah Muslim
benua
itu bukanlah dunia
baru, karena
telah disinggahinya
beberapa
abad sebelum
Columbus. Dalam
ekspedisi yang
dilakukannya itulah, Columbus
meyakini bahwa
bentuk bumi
adalah bulat.
Secara resmi, para
sarjana Muslim telah
mengelaurkan
kesepakatan
bersama dalam
bentuk ijma
tentang bentuk bumi bundar. Teori
bentuk bumi bulat
diyakini oleh
Ibnu Hazm (wafat
1069), Ibnu Al-
Jawi (wafat 1200) dan Ibnu
Taimiyah (wafat
1328). Penegasan
ketika tokoh Islam
itu untuk
memperkuat hasil penelitian dan
penemuan yang
dicapai astronom
dan matematikus
Muslim. Secara
sepakat, Abul- Hasan ibnu
al-Manaadi, Abu
Muhammad Ibnu
Hazm, and Abul-
Faraj Ibnu Al-
Jawzi telah menyatakan
bahwa
bentuk bumi
adalah bundar
(istidaaratul-
aflaak). Ibnu Taimiyah
melandaskannya
pada Alquran
surat Az-Zumar
ayat 5. Allah SWT
berfirman: "...Dia memutarkan
malam atas siang
dan
memutarkan siang
atas malam..."
Selain itu, para ulama juga
berpegang pada
Surat Al-Anbiyaa
ayat 33. Allah
SWT berfirman,”
Dan Dialah yang telah
menciptakan
malam dan siang,
matahari dan
bulan. Masing-
masing dari keduanya itu
beredar
(falak) di dalam
garis edarnya.”
Kata “falak' dalam
ayat itu, menurut para
ulama, berarti
bundar. Ibnu
Taimiyah secara
tegas kemudian
menyatakan bahwa bentuk
bumi bulat seperti
bola. Penegasan
bentuk bumi
bundar
juga dinyatakan Abu Ya'la dalam
karyanya berjudul
Tabaqatal-
Hanabilah. Dalam
kitab itu, Abu
Ya'la mengutip sebuah ijma para
ulama Muslim
yang bersepakat
bahwa bentuk
bumi itu bundar.
Ijma itu diungkapkan oleh
generasi
kedua – murid-
murid para
sahabat
Nabi Muhammad SAW. Ilmuwan
terkemuka Ibnu
Khaldun
(wafat 1406)
dalam kitabnya
yang fenomenal
berjudul
Muqaddimah,
juga menyatakan
bahwa bumi itu
seperti bola. Pendapat itu
diperkuat oleh
Imam Ibnu Hazm
Rohimahulloh
dalam al-Fishol fil
Milal wan Nihal. Menurutnya, tak
ada satupun dari
'ulama kaum
muslimin --
semoga Allah
meridhoi mereka -- yang
mengingkari
bahwa Bumi itu
bundar dan tidak
dijumpai bantahan
atau satu kalimat pun dari
salah seorang dari
mereka. Dengan
meyakini bahwa
bentuk
bumi itu bundar, para sarjana
Muslim kemudian
menetapkan
sebuah cara untuk
menghitung
jarak dan arah dari satu titik di
bumi ke Makkah.
Melalui cara itulah,
arah kiblat
ditentukan.

Senin, 19 Maret 2012

Di antara makna ukhuwwah islamiah

Ada cerita:
Seusai melaksanakan shalat
bersama di Masjid Nabawi,
seorang jamaah yang baru
pertama kali berziarah ke Tanah
Suci berkomentar, “Kok, cara-cara shalat di sini banyak sekali perbedaannya, ya.” Pandangan ini menunjukkan bahwa jika shalat merupakan representasi keislaman seseorang seperti diisyaratkan dalam salah satu sabda Rasulullah, maka berarti ada banyak cara orang beragama Islam.
Di samping kiri kanan jamaah itu
orang-orang terlihat melakukan
beragam cara takbiratul ihram.
Lalu, tangannya diletakkan di
tempat yang berbeda-beda. Di
atas perut, di atas dada, atau seperti memeluk tubuh kedinginan.
Bahkan, ada pula yang
membiarkan tangan itu tergantung lepas. Demikian pula pada gerakan shalat lainnya. Gerakan tangan ketika berdiri sesudah rukuk, atau gerakan telunjuk dan posisi duduk ketika tasyahud akhir, semuanya terlihat berbeda-beda.
Tapi, semuanya berjalan damai.
Tidak ada perdebatan yang tidak menguntungkan, apalagi konflik. Bukan hanya itu,perilaku jamaah pun amat bervariasi. Mereka melakukan sesuatu tindakan sesuai ukuran norma yang dianutnya masing-masing. Jamaah yang baru pertama kali shalat di Masjid Nabawi itu sempat kaget.
Dia merasa diperlakukan tidak
sopan. Kepalanya dipegang
seenaknya. Badannya dilangkahi
tanpa basa-basi apa pun. Kadang,kepalanya yang tengah melakukan sujud pun bisa saja
tertendang kaki orang-orang yang masih mencari-cari ruang-ruang sempit di antara barisan para jamaah yang sejak awal telah mendapat tempat duduk. Mungkin bagi para pelakunya hal aneh itu dianggap wajar dan masih dalam batas-batas sopan santun. Tapi, sekali lagi, tidak ada amarah, caci maki, apalagi respons kekerasan. Mungkin begitulah tafsir pluralitas
seperti diisyaratkan Alquran (alhujurat :13), jika
Tuhan telah menciptakan manusia ini berbangsa-bangsa dan bersuku-suku, tentu bukan hanya dalam wujud fisik yang tampak nyata dalam warna kulit, bahasa, dan budaya. Tapi, juga dalam ukuran-ukuran baik-buruk atau benar-salah sepanjang masih dalam ruang ijtihad, lingkup pemikiran, serta tradisi lokal yang menjadi referensi kehidupannya. Memang,pada praktiknya, beragama sendirpada dasarnya tidak lebih dari berbuat sesuatu amal sesuai kapasitas insani yang dimiliki seorang pemeluk sesuatu agama. Tidak dalam posisi dipaksanakan,
atau karena ada pemaksaan untuk melakukan sesuatu amal. Praktik beragama pada akhirnya
akan terikat pada etika dan
perilaku sosial yang bersumber
pada keragaman dan perbedaanseperti disebutkan Alquran. Jadi, ekspresi beragama pun akan tampak berbeda-beda. Ia tidak bisa dibikin sama, apalagi dipaksa
harus sama, dan kalaupun sama, semuanya terjadi karena ada kesamaan referensi dan
pengalaman yang sewaktu-waktu juga bisa saja berubah jadi berbeda. Inilah potret indah pluralitas seperti dipesankan Alquran dan dicontohkan Rasulullah.
Keberhasilan Nabi menciptakan
kerukunan di tengah perbedaan
masyarakat Madinah merupakan sampel mewujudkan perdamaian di tengah pluralitas umat untuk membangun kebersamaan yang sesungguhnya. Tapi, mengapa pluralitas di Tanah Air akhir-akhir ini masih saja ramai diwarnai ketegangan dan bahkan
kekerasan? Mungkin, kita masih
harus banyak belajar.

Minggu, 04 Maret 2012

Sepuluh Alasan Islam Mengharamkan Babi

Inilah Sepuluh Alasan Mengapa
Islam Mengharamkan Babi
REPUBLIKA.CO.ID,
SCOLAND -- Ajaran
Islam mengharamkan umatnya mengkonsumsi daging babi dan atau memanfaatkan seluruh anggota tubuh babi.
Berikut sepuluh alasan mengapa babi diharamkan.
Pertama, babi adalah container
(tempat penampung) penyakit. Beberapa bibit penyakit yang
dibawa babi seperti Cacing pita
(Taenia solium), Cacing spiral
(Trichinella spiralis), Cacing
tambang (Ancylostoma
duodenale), Cacing paru (Paragonimus pulmonaris), Cacing usus (Fasciolopsis buski), Cacing Schistosoma (japonicum), Bakteri Tuberculosis (TBC), Bakteri kolera (Salmonella choleraesuis), Bakteri
Brucellosis suis, Virus cacar (Small pox), Virus kudis (Scabies), Parasit protozoa Balantidium coli, Parasit
protozoa Toxoplasma gondii Kedua, daging babi empuk. Meskipun empuk dan terkesan
lezat, namun karena banyak
mengandung lemak, daging babi
sulit dicerna. Akibatnya, nutrien
(zat gizi) tidak dapat dimanfaatkan
tubuh. Ketiga, menurut Prof. A.V.
Nalbandov (Penulis buku : Adap-tif
Physiology on Mammals and Birds)
menyebutkan bahwa kantung
urine (vesica urinaria) babi sering
bocor, sehingga urine babi merembes ke dalam daging. Akibatnya, daging babi tercemar
kotoran yang mestinya dibuang
bersama urine. Keempat, Lemak punggung (back
fat) tebal dan mudah rusak oleh
proses ransiditas oksidatif (tengik),
tidak layak dikonsumsi manusia. Kelima, babi merupakan carrier
virus/penyakit Flu Burung (Avian
influenza) dan Flu Babi (Swine
Influenza). Di dalam tubuh babi, virus AI
(H1N1 dan H2N1) yang semula
tidak ganas bermutasi menjadi
H1N1/H5N1 yang ganas/
mematikan dan menular ke
manusia. Keenam, menurut Prof Abdul
Basith Muh. Sayid berbagai
penyakit yang ditularkan babi
seperti, pengerasan urat nadi,
naiknya tekanan darah, nyeri dada
yang mencekam (Angina pectoris), radang (nyeri) pada sendi-sendi
tubuh. Ketujuh, Dr. Murad Hoffman
(Doktor ahli & penulis dari Jerman)
menulis bahwa Memakan babi
yang terjangkiti cacing babi tidak
hanya berbahaya, tapi juga
menyebabkan peningkatan kolesterol tubuh dan
memperlambat proses penguraian
protein dalam tubuh. Ditambah cacing babi
Mengakibatkan penyakit kanker
usus, iritasi kulit, eksim, dan
rheumatic serta virus-virus
influenza yang berbahaya hidup
dan berkembang di musim panas karena medium (dibawa oleh)
babi. Kedelapan, penelitian ilmiah di
Cina dan Swedia menyebutkan
bahwa daging babi merupakan
penyebab utama kanker anus dan
usus besar. Kesembilan, Dr Muhammad Abdul
Khair (penulis buku : Ijtihaadaat fi
at Tafsir Al Qur’an al Kariim)
menuliskan bahwa daging babi
mengandung benih-benih cacing
pita dan Trachenea lolipia. Cacing tersebut berpindah kepada
manusia yang mengkonsumsi
daging babi. Kesepuluh, DNA babi mirip dengan
manusia, sehingga sifat buruk babi
dapat menular ke manusia. Beberapa sifat buruk babi seperti,
Binatang paling rakus, kotor, dan
jorok di kelasnya, Kemudian
kerakusannya tidak tertandingi
hewan lain, serta suka memakan
bangkai dan kotorannya sendiri dan Kotoran manusia pun
dimakannya. Sangat suka berada
di tempat yang basah dan kotor.
Untuk memuaskan sifat rakusnya,
bila tidak ada lagi yang dimakan,
ia muntahkan isi perutnya, lalu dimakan kembali. Lebih lanjut
Kadang ia mengencingi pakannya
terlebih dahulu sebelum dimakan. Selain kesepuluh alasan diatas
ternyata ada beberapa penyakit
lain yang dapat disebabkan oleh
babi seperti kholera babi (penyakit
menular berba-haya yang
disebabkan bakteri), keguguran nanah (disebabkan bakteri prosilia
babi), kulit kemerahan yang ganas
(mematikan) dan menahun,
Penyakit pengelupasan kulit, dan
Benalu Askaris, yang berbahaya
bagi manusia

Senin, 27 Februari 2012

Ditemukan, Injil yangMengabarkan Kedatangan NabiMuhammad

REPUBLIKA.CO.ID,
KAIRO -
Sebuah Injil berusia 1.500 tahun
yang menceritakan kedatangan Nabi Muhammad SAW ditemukan di Turki.
Kabarnya, Gereja Vatikan telah
meminta secara resmi kepada
pemerintah Turki untuk melihat Injil yang tersimpan selama 12 tahun di negara tersebut. Menteri Budaya dan Pariwisata
Turki, Ertugul Gunay mengatakan sejalan dengan keyakinan Islam,Injil ini memperlakukan Yesus sebagai manusia bukan Tuhan.
Fakta ini, sekaligus menolak ide konsep tritunggal dan penyaliban Yesus. "Disebutkan injil ini, Yesus berkata kepada salah seorang pendeta,
bagaimana kami memanggil
mesias? Muhammad adalah nama yang diberkati," kata dia
membacakan salah satu ayat dalam Injil seperti dikutip
alarabiya.net, Senin (27/2). Gunay menuturkan dalam injil ini juga disebutkan Yesus sendiri
menyangkal menjadi Mesias.
Yesus mengatakan bahwa Mesias itu adalah keturunan Ismail yakni orang Arab. Sebelumnya, Umat Islam sendiri
mengklaim pesan kedatangan
Muhammad SAW juga terdapat
dalam injil Barnabas, Markus,
Matius, Lukas dan Yohannas. Gunay mengatakan pihak Vatikan telah meminta salinan injil tersebut saat Injil tersebut hendak diselundupkan ke luar Turki pada tahun 2000. Kini, Injil tersebut berada dalam brankas pengadilan Ankara. Nantinya, Injil tersebut akan diserahkan kepada Museum Etnografi Ankara. Meski demikian kalangan Gereja skeptis dengan keaslian Injil tersebut. Seorang pendeta Protestan Ihsan Ozbek
mengatakan Injil itu berasal dari
abad ke-5 atau ke-6. Sementara Barnabas, yang merupakan
pemeluk pertama Kristen hidup
pada abad pertama. "Salinan Injil di Ankara mungkin telah ditulis ulang oleh salah seorang pengikut Barnabas," kata dia. Sebab, lanjutnya, ada jeda 500
tahun antara Barnabas dan
penulisan salinan Inkjil. "Umat
Islam mungkin akan kecewa
bahwa Injil ini tidak ada
hubungannya dengan injil Barnabas," ujarnya. Sementara Profesor Omer Faruk menilai Injil itu perlu ditelusuri lebih lanjut guna memastikan Injil itu dibuat oleh Barnabas atau pengikutnya.
Pemerintah Turki
telah mengkonfimasi sebuah injil kuno yang diprediksi
berusia 1500 tahun. Injil kuno
tersebut ternyata memprediksi
kedatangan Nabi Muhammad
SAW sebagai penerus risalah Isa
(Yesus) di bumi. Bahkan Alkitab rahasia ini memicu
minat yang serius dari Vatikan.
Paus Benediktus XVI mengaku
ingin melihat buku 1.500 tahun
lalu. Sebagian orang memprediksi
Injil ini adalah Injil Barnabas, yang telah disembunyikan oleh Turki
selama 12 tahun terakhir. Menurut mailonline, injil yang
ditulis tangan dengan tinta emas
itu menggunakan bahasa Aramik.
Inilah bahasa yang dipercayai
digunakan Yesus sehari-hari. Dan
di dalam injil ini dijelaskan ajaran asli Yesus serta prediksi
kedatangan penerus kenabian
setelah Yesus. Injil kuno berusia 1.500 tahun ini
bersampu kulit hewan, ditemukan
polisi Turki selama operasi anti
penyeludupan di tahun 2000 lalu.
Alkitab kuno ini sekarang di simpan
di Museum Etnografi di Ankara, Turki. Sebuah fotokopi satu halaman dari
naskah kuno tulisan tangan Injil ini
dihargai 1,5 juta poundsterling.
Menteri Budaya dan Pariwisata
Turki, Ertugrul Gunay mengatakan,
buku tersebut bisa menjadi versi asli dari Injil. Dan sempat tersingkir
akibat penindasan keyakinan
Gereja Kristen yang menganggap
pandangan sesat kitab yang
memprediksi kedatangan penerus
Yesus. Gunay juga mengatakan Vatikan
telah membuat permintaan resmi
untuk melihat kitab dari teks yang
kontroversial menurut keyakinan
Kristen ini. Kitab ini berada diluar
pandangan iman Kristen sesuai Alkitab Injil lain seperti Markus,
Matius, Lukas dan Yohanes.
Red: Heri Ruslan
Rep: Amri Amrullah

Minggu, 26 Februari 2012

FIQH POLITIK

Fikih Siyasah, Apaan Sih?
REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh Nidia Zuraya
Menurut Prof Ahmad Sukardja,
dalam Ensiklopedi Tematis Dunia
Islam: Ajaran, fikih siyasah adalah
salah satu disiplin ilmu tentang
seluk beluk pengaturan
kepentingan umat manusia pada umumnya dan negara pada
khususnya, berupa hukum,
peraturan, dan kebijakan yang
dibuat oleh pemegang kekuasaan
yang bernafaskan ajaran Islam. ‘’Dalam istilah dunia modern fikih
siyasah ini disebut juga sebagai
ilmu tata negara yang berdasarkan
ajaran Islam,’’ ujar Prof Sukardja.
Dalam Alquran terdapat sejumlah
ayat yang mengandung petunjuk dan pedoman hidup atau prinsip
dan tata nilai etika tentang cara
hidup bermasyarakat dan
bernegara. Alquran mengajarkan antara lain
prinsip tauhid, permusyawaratan,
ketaatan kepada pimpinan,
persamaan, keadilan, kebebasan
beragama, dan sikap saling
menghormati antarsesama manusia. Tetapi Alquran tidak
menetapkan satu sistem
pemerintahan yang baku yang
harus dianut umat Islam, kapan
dan di mana pun mereka berada. Kajian mengenai sistem dan
tatalaksana pemerintahan itu
berkembang dan berbeda dari satu
tempat ke tempat lain dan dari
satu masa ke masa yang lain,
sesuai dengan kondisi dan situasi yang berbeda-beda. Hal-hal yang menyangkut
ketatanegaraan ini bisa ditemukan
dalam fikih (hukum) Islam, yang
sumber utamanya adalah Alquran
dan sunah. Istilah yang digunakan
untuk menyebut bidang ini adalah fikih siyasah. Istilah lainnya adalah
siyasah syar'iyyah al-khilafah
(pemerintahan), dan al-ahkam as-
sultaniyah (hukum pemerintahan). Menurut Abdurrahman Taj dalam
tulisannya yang bertajuk as-
Siyasah al-Syar'iyyah wa al-Fiqh al-
Islami, siyasah dilihat dari
sumbernya dapat dibagi dua, yaitu
siyasah syar'iyyah dan siyasah wad'iyyah. * Siyasah Syar'iyyah Secara etimologis, siyasah
syar'iyyah dapat diartikan sebagai
peraturan atau politik yang bersifat
syar'i, yaitu suatu bentuk kebijakan
negara yang sejalan dan tidak
bertentangan dengan ketentuan Allah SWT dan rasul-Nya
(peraturan islami). Abdurrahman Taj berpendapat
bahwa setiap umat atau bangsa di
berbagai penjuru dunia boleh
mempunyai politik dan hukum
yang spesifik sesuai dengan adat,
tatanan kehidupan, dan tingkat kemajuannya. Menurutnya, yang dimaksud
dengan siyasah syar'iyyah adalah
nama bagi hukum yang digunakan
untuk mengatur alat kelengkapan
negara dan urusan masyarakat
yang sejalan dengan jiwa dan prinsip dasar syariat yang universal
guna merealisasikan cita-cita
kemasyarakatan, kendati hal itu
tidak ditunjukkan oleh nas tafsili
(terperinci) dan juz'i (partikular),
baik dalam Alquran maupun dalam sunah. Menurut Ibnu Aqil, ahli fikih dari
Baghdad, siyasah syar'iyyah
adalah suatu tindakan yang secara
praktis membawa manusia dekat
kepada kemaslahatan dan
terhindar dari kerusakan, kendatipun Rasulullah SAW sendiri
tidak menetapkannya dan wahyu
mengenai hal itu tidak turun. Dari dua definisi siyasah syar'iyyah
tersebut dapat dipahami bahwa
para pemegang tampuk
kekuasaan (pemerintah, ulil amri,
atau wulat al-amr) di samping
memiliki kompetensi untuk menerapkan hukum Allah, juga
memiliki kewenangan untuk
membuat berbagai peraturan
hukum berkenaan dengan hal
yang tidak diatur syariat secara
eksplisit dan terperinci. Untuk itu diperlukan kajian ijtihad
sebagai penjelasan lebih lanjut
terhadap tuntutan nas, dan
sebagai jawaban terhadap
berbagai persoalan yang secara
langsung belum tersentuh oleh kedua sumber hukum utama yakni
Alquran dan hadis. * Siyasah Wad'iyyah Yang dimaksud dengan siyasah
wad'iyyah adalah perundang-
undangan yang dibuat sebagai
instrumen untuk mengatur seluruh
kepentingan masyarakat. Dari
definisi tersebut bisa dikatakan bahwa bentuk formal dari siyasah
wad'iyyah berupa berbagai bentuk
kebijaksanaan dan peraturan
perundang-undangan negara dari
yang paling tinggi sampai yang
paling rendah. Sementara subjek pembuat
berbagai kebijakan dan peraturan
perundang-undangan adalah
institusi yang berwenang dalam
suatu negara. Dan, tujuan dari
pembuatan peraturan kebijakan adalah terciptanya keteraturan tata
tertib kehidupan dalam berbangsa
dan bernegara, sehingga cita-cita
negara yang didambakan dapat
direalisasikan dalam kehidupan
nyata. Bentuk formal siyasah wad'iyyah
dalam konteks negara Indonesia
adalah bentuk peraturan
perundang-undangan, mulai dari
yang paling tinggi (UUD 1945)
sampai yang paling rendah, yaitu peraturan pelaksana. Subjek
pembuatnya adalah lembaga yang
berwenang, antara lain MPR, DPR,
dan presiden. Tujuan yang hendak
dicapai adalah terciptanya
masyarakat yang adil dan makmur. Lalu dapatkah peraturan
perundang-undangan yang
bersumber dari manusia dan
lingkungannya itu bernilai dan
dikategorikan sebagai siyasah
syar'iyyah? Jawabannya dapat, dengan syarat peraturan buatan
penguasa yang bersumber dari
manusia dan lingkungannya itu
sejalan atau tidak bertentangan
dengan Syariat
Red: Her i Ruslan
Rep: Nidia Zuraya

Kamis, 26 Januari 2012

IBNU QAYYIM AL-JAUZY

REPUBLIKA.CO.ID,
Ia adalah seorang
cendekiawan dan
ahli fiqih kenamaan dalam mazhab Hanbali yang hidup
pada abad ke-13 M. Disamping itu,
sosoknya juga dikenal sebagai
seorang ahli tafsir, penghapal
Alquran, ahli nahwu, ahli ushul
fiqih, ahli ilmu kalam, sekaligus seorang mujtahid. Nama lengkapnya Muhammad bin
Abi Bakar bin Ayub bin Sa'ad Zur'i
ad-Damsyiq, bergelar Abu
Abdullah Syamsuddin. Dilahirkan
di Damaskus, Suriah pada tahun
691 H/1292 M, dan meninggal pada tahun 751 H/1352 M.
Ayahnya, Abu Bakar, adalah
seorang ulama besar dan kurator
(qayyim) di Madrasah Al-Jauziyah
di Damaskus. Dari jabatan
ayahnya inilah sebutan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah diambil. Semasa hidupnya, Ibnu Qayyim
berguru kepada banyak ulama
untuk memperdalam berbagai
bidang ilmu keislaman. Dia
mendalami fiqih mazhab Hanbali,
tafsir, ilmu hadits, ushul fiqih, nahwu, tasawuf, dan ilmu teologi. Ia berguru ilmu hadits pada Syihab
An-Nablusi dan Qadi Taqiyyuddin
bin Sulaiman; berguru ilmu ushul
fiqih kepada Syekh Shafiyuddin Al-
Hindi; berguru ilmu fiqih dari Isma'il
bin Muhammad Al-Harrani; berguru tentang ilmu pembagian waris
(faraidh) kepada ayahnya sendiri. Namun, di antara sekian banyak
gurunya itu, yang paling
berpengaruh adalah Ibnu
Taimiyah. Ia berguru kepada Ibnu
Taimiyah selama 16 tahun. Ia
merupakan murid Ibnu Taimiyah yang fanatik. Ia mengikuti metode
sang guru untuk menentang dan
memerangi orang-orang yang
menyimpang dari agama. Dalam Ensiklopedi Islam terbitan
Ichtiar Baru Van Hoeve
disebutkan, sebagaimana gurunya,
Ibnu Qayyim sangat gencar
menyerang kaum filsuf, Kristen,
dan Yahudi. Ia juga kerap menyebarluaskan fatwa sang guru
yang berseberangan dengan fatwa
jumhur (mayoritas) ulama. Salah
satunya adalah fatwa yang
melarang orang pergi berziarah ke
kuburan para wali. Karena hal inilah dia kemudian mendekam di
penjara Damaskus dan baru
dibebaskan setelah gurunya wafat. Penguasaannya terhadap ilmu
tafsir tiada bandingnya,
pemahamannya terhadap ilmu
ushuluddin mencapai puncaknya
dan pengetahuannya mengenai
hadits dan bidang-bidang ilmu Islam lainnya sulit ditemukan
tandingannya. Sehingga dapat
dikatakan ia amat menguasai
berbagai bidang ilmu ini. Karena pengetahuan yang
dimilikinya, Ibnu Qayyim
mempunyai murid yang tidak
sedikit jumlahnya. Di antara murid-
muridnya yang berhasil menjadi
ulama kenamaan adalah Ibnu Katsir Ad-Dimasyqiy penyusun
kitab Al-Bidayah wan Nihayah dan
Ibnu Rajab Al-Hambali al-Baghdadi
penyusun kitab Thabaqat al-
Hanabilah.
Syekh Muhammad
Sa'id Mursi dalam
bukunya yang berjudul "Tokoh-Tokoh Besar Islam
Sepanjang Sejarah" menulis, Ibnu
Qayyim dikenal sebagai seorang
yang memiliki pengetahuan luas,
pemberani dalam kebenaran, tidak
pilih kasih kepada siapa pun, gemar menunaikan shalat dan
membaca Alquran serta
perangainya baik. Mengenai sifatnya ini, Imam
Syaukani pernah berkata, "Dia
menguasai semua ilmu, disenangi
teman dan termasyhur di antara
para ulama dan memahami
mazhab-mazhab salaf." Ibnu Qayyim juga dikenal sebagai
seorang Muslim puritan yang teguh
pendiriannya dalam
mempertahankan kemurniaan
akidah dan anti-taklid buta. Karena
sikapnya ini, dalam banyak hal ia kerap berbeda pendapat dengan
para tokoh mazhab Hanbali,
termasuk juga dengan pendiri
mazhab itu sendiri, yakni Imam
Ahmad bin Hanbal. Seperti halnya Ibnu Taimiyah, Ibnu
Qayyim berpendirian bahwa pintu
ijtihad tetap terbuka. Menurutnya,
siapa pun pada dasarnya
dibenarkan berijtihad sejauh yang
bersangkutan memiliki kesanggupan untuk
melakukannya. Karya-Karyanya Selain dikenal sebagai ulama yang
luas dan dalam ilmunya, Ibnu
Qayyim juga termasuk dalam
kelompok pengarang yang sangat
produktif. Tulisannya sangat
bagus, sehingga ia menulis karyanya dengan tangannya
sendiri kemudian dicetak. Taha Abdur Ra'uf, ahli fiqih dan
sejarawan, menuliskan daftar karya
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah sebanyak
49 buah yang meliputi berbagai
disiplin ilmu. Di antara karyanya:
Tahzib Sunan Abi Dawud, Safar al- Hijratain wa Bab as-Sa'adatain
(Perjalanan Dua Hijrah dan Pintu
Dua Kebahagiaan), Madarij as-
Salikin (Tahapan-tahapan Ahli
Suluk), Syarh Asma' al-Kitab al-Aziz
(Ulasan tentang Nama-Nama al- Kitab), Zad al-Ma'ad fi Hadyil 'Ibad
(Bekal untuk Mencapai Tujuan
Akhir Seorang Hamba), Naqd al-
Manqul wa al-Mahq al-Mumayyiz
bain al-Mardud wa al-Maqbul (Kritik
terhadap Hadits untuk Membedakan Yang Ditolak dan
Diterima). Karya-karyanya yang lain adalah
Nuzhah al-Musytaqin wa Raudah
al-Muhibbin (Hiburan bagi Celaka
dan Taman bagi Pecinta), Tuhfah
al-Wadud fi Ahkam al-Maulud
(Kehancuran Pecinta dalam Menentukan Hukum-Hukum
Maulid), Miftah Darisi as-Sa'adah
(Kunci bagi Pencari Kebahagiaan),
Tafdilu Makkah 'ala al-Madinah
(Keutamaan Makkah dan
Madinah), Butlan al-Kimiya' min Arba'ina Wahjan (Kebatilan Kimia
dari 40 Aspek), As-Sirat al-
Mustaqim fi Ahkam Ahl al-Jahim
(Jalan Lurus mengenai Hukum-
Hukum Ahli Neraka), dan I'lam al-
Mawaqqi'in 'an Rabbi al-'Alamin (Pemberitahuan tentang Tuhan
Semesta Alam). Red: Chairul Akhmad
Rep: Nidia Zuraya

ISLAM YANG RAMAH

Oleh: KH Said Aqil
Siradj Islam ya Islam. Begitulah ucapan
yang sering terlontar dari sebagian
Muslim. Benar, Islam yang diyakini
dan diamalkan tentu mempunyai
karakteristik yang “paten”.
Walaupun, faktanya pengamalan Muslim beragam sesuai mazhab
yang dianutnya. Ini wajar sebagai
bentuk tafsiran semesta ajaran
Islam. Di sini, yang harus dicatat
adalah bagaimana pengamalan
Islam yang elok, penuh empati, santun, dan tidak melampaui
batas. Kita menyadari bahwa memahami
Islam secara tekstualistik dan legal-
formal sering mendatangkan sikap
ekstrem dan melampaui batas.
Padahal, Alquran tidak
melegitimasi sedikit pun segenap perilaku dan sikap yang
melampaui batas. Dalam hal ini, ada tiga sikap yang
dikategorikan “melampaui batas”.
Pertama, ghuluw. Yaitu, bentuk
ekspresi manusia yang berlebihan
dalam merespons persoalan
hingga mewujud dalam sikap-sikap di luar batas kewajaran
kemanusiaan. Kedua, tatharruf,
yaitu sikap berlebihan karena
dorongan emosional yang
berimplikasi pada empati
berlebihan dan sinisme keterlaluan dari masyarakat. Ketiga, irhab. Ini yang terlalu
mengundang kekhawatiran karena
bisa jadi membenarkan kekerasan
atas nama agama atau ideologi
tertentu. Irhab adalah sikap dan
tindakan berlebihan karena dorongan agama atau ideologi.
“Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu
melampaui batas dalam agamamu
dan janganlah kamu mengatakan
terhadap Allah kecuali yang
benar.” (QS al-Nisa’: 171). Idealnya, seorang Muslim harus
mendalami dan memahami ajaran
Islam secara komprehensif, utuh,
hingga ajaran tersebut
memberikan dampak sosial yang
positif bagi dirinya. Seperti disebutkan di dalam Alquran, yakni
mencerna teks-teks ilahiah secara
objektif, hati yang bersih, rasional,
hingga mampu memunculkan
hikmah yang terkandung di
dalamnya. Alangkah kering dan gersangnya
agama ini jika ternyata aspek
eksoterik dalam Islam hanya
sebatas legal-formal dan
tendensinya tekstualistik. Sebuah
ayat tentang jihad, misalnya, akan terasa gersang dan kering apabila
pemahamannya dimonopoli oleh
tafsir “perang mengangkat
senjata”. Padahal, jihad pada
masa Rasulullah merupakan satu
wujud dan manifestasi pembebasan rakyat untuk
menghapus diskriminasi dan
melindungi hak-hak rakyat demi
terbangunnya sebuah tatanan
masyarakat yang beradab. Titik puncak kesempurnaan
beragama seseorang terletak pada
kemampuan memahami ajaran
Islam dan menyelaminya sehingga
sikap arif dan bijaksana (al-hikmah)
bisa tersembul keluar dalam segenap pemahaman dan
penafsiran itu. Di sinilah, perlunya
mengedepankan wajah Islam yang
ramah. Penekanan pada wajah
Islam ini secara metodologi
menyangkut aspek esoteris dari
Islam yang lazimnya disebut dengan pendekatan sufistik. Islam
yang ramah adalah wujud dari
penyikapan keislaman yang
inklusif dan moderat. Ciri-ciri keberislaman seperti ini
adalah penyampaian dakwah
yang mengedepankan qaulan
karima (perkataan yang mulia),
qaulan ma’rufa (perkataan yang
baik), qaulan maisura (perkataan yang pantas), qaulan layyinan
(perkataan yang lemah lembut),
qaulan baligha (perkataan yang
berbekas dalam jiwa), dan qaulan
tsaqila (perkataan yang berat).
Inilah sikap-sikap keberagamaan sebagaimana diamanatkan
Alquran dan sunah.
Red: Heri Ruslan

Minggu, 22 Januari 2012

SUNNI DAN SYI'I BERSATU-MUNGKIN SAJA

REPUBLIKA.CO.ID,
Selama berabad-
abad lamanya,
hubungan antara Sunni dan Syiah terus diwarnai
perselisihan. Berbagai dialog untuk
mempertemukan kedua aliran
dalam Islam itu kerap dilakukan.
Namun, ketegangan di antara
kedua kubu itu tak juga kunjung mereda. Akankah kedua aliran besar dalam
Islam itu bersatu? Prof Dr Musthafa
ar-Rifa’i lewat kitab bertajuk
Islamuna fi at-Taufiq Baina as-
Sunni wa asy-Syi’ah, berupaya
mencari benang merah yang bisa menautkan antara Sunni dan
Syiah. Tokoh kelahiran Troblus,
Lebanon pada 1924 itu mencoba
menghadirkan perspektif yang
berbeda dan mengkaji kedua
aliran itu secara fair, tanpa menghilangkan bobot dan nilai
akademik. Kitab ini mengkaji tentang
kemungkinan mempersatukan
antara dua kubu Sunni dan Syiah.
Ar-Rifa’i menyertakan beberapa
kajian penting dalam kitabnya. Ia
mengupas bahasan tentang sebab kemunculan faham keagamaan
Syiah, alasan penting bersatu,
varian sekte yang ada dalam
Syiah, serta prinsip-prinsip dan
faham keagamaan mereka. Bebarapa hal penting menjadi
perhatian ar-Rifa’i, di antaranya
perbedaan hukum nikah mut’ah,
konsep imamah, dan kemunculan
Imam al-Mahdi. Ulasan tentang
persoalan itu diuraikan dengan mengomparasikan pandangan
kedua belah pihak.
Kesimpulannya, diarahkan untuk
mencari persamaan yang
mempertemukan Sunni dan Syiah. Ar-Rifa’i menegaskan,
mempertemukan kedua kubu itu
bukanlah hal yang mustahil.
Perbedaan yang selama ini
mencuat, kata dia, pada
hakikatnya bukan persoalan prinsip, melainkan masalah
khilafiah yang dapat ditoleransi.
Pada tataran ijtihad dan tradisi
ilmiah lain, misalnya, terbuka
peluang Sunni-Syiah bertemu. Setidaknya, menurut dia,
pemandangan tentang sikap saling
menghormati dan toleransi
diteladankan oleh para ulama
Salaf. Imam Abu Hanifah mewakili
Sunni dan Imam Ja’far bin ash- Shadiq mewakili Syiah. Meski
berbeda mazhab dan cara
pandang, kedua tokoh tak saling
bermusuhan dan tidak saling
menafikan. Menurut ar-Rifa’i, keduanya justru
saling meningkatkan sikap hormat
dan menghormati. Dalam sebuah
kisah dijelaskan bagaimana kedua
pemimpin yang berbeda aliran itu
hidup berdampingan dalam ukhuwah Islamiah. Dikisahkan, Zaid bin Ali seorang
pemimpin kelompok Syiah
Zaidiyyah—menerima pelajaran
fikih dan dasar akidah dari Abu
Hanifah yang notabene tersohor
sebagai imam di kalangan Sunni. Demikian sebaliknya, Abu Hanifah
mempelajari hadis dan disiplin ilmu
lainnya dari Imam Ja’far ash-
Shadiq. Bahkan, Abu Hanifah berguru
langsung ke tokoh Syiah tersebut
selama dua tahun penuh. Pujian
pun kerap dilontarkan Abu Hanifah
ke gurunya itu. Tak pernah
bertemu guru lebih fakih dibanding Ja’far bin Muhammad.”
Menurut Prof Dr Musthafa ar-Rifa’i
lewat kitab bertajuk Islamuna fi at-
Taufiq Baina as-Sunni wa asy-
Syi'ah, perbedaan antara Sunni-
Syiah yang selama ini kerap
muncul di permukaan, hakikatnya bukan perbedaan yang prinsipil. Perbedaan hanya terletak pada
persoalan non-prinsipil furuiyyah
yang dapat ditoleransi. Hal itu
didasari kuat oleh pemahaman
terhadap ijtihad sebagai upaya
memahami teks-teks agama. Ijtihad tersebut menggunakan
berbagai dasar dan sumber
hukum, antara lain, Alquran, hadis,
ijma (konsensus), dan qiyas
(analogi). Tak jauh berbeda dengan metode
yang akrab di kalangan Syiah.
Tradisi ijtihad tersebut populer di
kalangan umat hingga akhirnya
luntur seiring lemahnya
pemerintahan Dinasti Abbasiyah di pertengahan abad ke-4 Hijriah,
ketika dinasti tersebut dikuasai
oleh dinasti-dinasti yang terpecah
dan tersebar di sejumlah wilayah. Bersamaan dengan itu pula, ruh
ijtihad mulai melemah. Sebagian
umat kala itu, kembali memilih
taklid dibandingkan
mengembangkan budaya ijtihad.
Kondisi ini menjadi satu dari sekian faktor yang mengakibatkan
perbedaan antardua kubu tersebut
kian memanas. Dalam konteks masa kini, ar-Rafa’i
meyakini, faktor lain yang amat
kuat memengaruhi dan
memanaskan konflik antara Sunni
dan Syiah adalah kekuatan
eksternal yang datang dari imperalis Barat. Terutama politik dan konspirasi
devide et impera (politik memecah
belah) yang diterapkan oleh
protokol kaum Zionis yang hendak
memecah belah umat.
Perpecahan faksi dan sekte yang tumbuh berkembang di internal
Muslim, digunakan sebagai
momen membenturkan dan
mengadu domba berbagai
kelompok itu.
Prof Dr Musthafa ar-
Rifa’i dalam kitab
bertajuk Islamuna fi at-Taufiq Baina as-Sunni wa asy-
Syi'ah, mengungkapkan, dalam
konteks kemanusiaan, setidaknya
ada beberapa hal yang
mempertemukan Sunni-Syiah.
Bahkan, prinsip itu menyatukan pula berbagai elemen dalam
bingkai kemanusian. Perspektif ini
—tidak boleh tidak—perlu
didudukkan sebagai landasan cara
pandang dan pola berpikir. Prinsip yang pertama, kata ar-Rifai,
persamaan asal mula. Islam
menyatakan manusia berasal dari
fitrah yang sama. Asal mula
mereka sama, yakni diciptakan
dari sari pati tanah. Dari bumi (tanah) itulah Kami menjadikan
kamu dan kepadanya Kami akan
mengembalikan kamu dan
daripadanya Kami akan
mengeluarkan kamu pada kali
yang lain.” (QS Thaha [20]: 55). Prinsip selanjutnya yang mendasari
urgensi mempertemukan kedua
kubu tersebut adalah persamaan
nilai. Manusia mempunyai tempat
yang sama di sisi Allah. Titik yang
membedakan adalah kadar dan tingkat ketakwaan seseorang.
Tanpa itu, maka tak ada yang
patut menjadi jurang pemisah satu
sama lainnya. (QS al-Hujurat [49]:
130). Prinsip lain yang tak boleh
diabaikan pula adalah bagaimana
meletakkan pandangan
bahwasanya manusia akan
dikembalikan pada titik dan tempat
yang sama, yaitu tanah. Apabila kesemua prinsip tersebut dijadikan
sebagai mindset oleh berbagai
kelompok— tak kerkecuali Sunni
dan Syiah—maka paling tidak,
permulaan itu akan memunculkan
empati kebersamaan, rasa saling menghargai, dan toleransi satu
sama lain. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa,
kecuali Allah. Bagi-Nyalah segala
penentuan, dan hanya kepada-
Nyalah kamu dikembalikan”. (QS
al-Qashash [28]: 88). Di era 40-an,
upaya mempersatukan kedua kubu tak sebatas wacana dan
isapan jempol belaka. Realisasi
gagasan tersebut secara formal
bahkan telah dilakukan oleh
institusi Al-Azhar, Mesir. Al-Azhar telah membentuk forum
yang diberi nama Jama’at at-
Taqrib Bain al-Madzahib al-
Islamiyyah. Lembaga itu berada di
bawah koordinasi langsung institusi
Al-Azhar. Lembaga tersebut diperuntukkan sebagai wadah
dialog, komunikasi, dan
perumusan berbagai persoalan
penting yang menyangkut aspek-
aspek yang bisa dipertemukan di
antara kedua kubu itu. Lembaga itu juga hadir untuk
memetakan dan memecahkan
sejumlah masalah yang
diperselisihkan keduanya.
Sejumlah nama penting pun
terlibat di dalamnya. Di antaranya, Syekh Abdu Majud Salim, Syekh
Mahmud Syaltut, Sayyid
Muhammad Taqiy al-Qammy, dan
Syekh Muhammad al-Madani. Aktivitas lembaga itu tergolong
efektif mengurai benang kusut
yang selama muncul di
permukaan. Semangat persatuan,
toleransi, dan mengesampingkan
perbedaan mendasari efektivitas lembaga itu. Hasilnya cukup
fantastis dan layak diapresiasi. Forum tersebut berhasil
merekomendasikan berbagai
kebijkan. Di level media
komunikasi dan publikasi, lembaga
itu memprakarsasi terbitnya
sebuah majalah, Al-Islam. Majalah tersebut menjadi corong efektif ke
masyarakat Muslim di Mesir guna
memberikan pemahaman tentang
pentingnya persatuan umat. Di sisi lain, forum ini berhasil
menghasilkan sebuah kebijakan
yang monumental. Forum
merekomendasikan untuk
memasukkan materi fikih
bermazhab Syiah ke dalam kurikulum di berbagai tingkatan
yang berada di bawah Al-Azhar.
Gagasan progresif yang belum
pernah ditempuh di masa itu. Kegiatan dan aktivitas yang
dilakukan Forum itu pada dasarnya
adalah sikap toleransi dan
kedewasaan yang pernah
diteladankan oleh para salaf. Abu
Hanifah di Irak dan Imam Malik di Madinah, dua tokoh utama dalam
rancang bangun ilmu fikih di
kalangan Sunni, tak segan-segan
belajar dan mengambil pendapat
dari tokoh Syiah, Ja’far bin
Muhammad ash-Shadiq salah satunya. Sikap serupa juga ditunjukkan oleh
Imam Syafi’i dan Ahmad Bin
Hanbal. Walaupun keduanya tak
bertemu langsung dengan Imam
Ja’far lantaran berbeda masa,
paling tidak mereka berdua sering bertemu dan berdiskusi dengan
beberapa murid Ja’far. Lagi-lagi,
menurut ar-Rafi’i, perpecahan
yang kini meradang antara Sunni
dan Syiah lebih diakibatkan oleh
faktor eskternal. Jadi bukan perpecahan faksi
dalam akidah dan internal umat.
Pengaruh politik yang sporadis dan
strategi pecah belah umat oleh
para musuh Islam terutama Zionis
merupakan faktor yang membuat Syiah dan Sunni membuat jarak.
Mereka (Zionis) menginginkan kita
berseteru,’’ ujar ar-Rifai’i. Bukankah kedua aliran baik Sunni
maupun Syiah diikat oleh
persaudaran yang berlandaskan
keimanan kepada Allah SWT?
Lalu mengapa harus berseteru dan
berpecah belah? Red: Heri Ruslan
Rep: Nashih Nashrullah

Sabtu, 21 Januari 2012

ORIENTALISME

Menguak Jejak Orientalisme di
Dunia Islam REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh Heri Ruslan Pada abad pertengahan, dunia Islam sedang
mengalami era keemasan. Di
zaman itu – abad ke-7 hingga 13
M – peradaban Islam menguasai
dunia. Kota-kota Islam, seperti
Baghdad di Irak, serta Andalusia (Spanyol Islam) menjadi lautan
ilmu pengetahuan dan peradaban.
Berbagai ilmu pengetahuan
muncul dan berkembang. Kemajuan dunia Islam dalam
berbagai bidang yang amat pesat
itu sangat kontras dengan kondisi
negara-negara yang ada di Barat.
Kemajuan peradaban di dunia
Islam akhirnya memberi pengaruh bagi kehidupan bangsa Eropa.
Masyarakat Eropa yang menjadi
penduduk asli Andalusia
menggunakan bahasa Arab dan
adat istiadat Arab dalam
kehidupan sehari-hari. ‘’Pada masa itu, orang-orang
Eropa pun berlomba-lomba
bersekolah di perguruan-perguruan
tinggi Islam,’’ tulis Ensiklopedi
Islam. Menurut Dr Qasim
Assamurai dalam Bukti-bukti Kebohongan Orientalis,
masyarakat Eropa terhubung
dengan pemikiran Islam melalui
Spanyol, utamanya Toledo dan
lewat Sicilia, Italia. Saking besarnya pengaruh
pemikiran dan peradaban Islam,
tak sedikit raja-raja Spanyol yang
hanya menguasai bahasa Arab.
Sebut saja, Raja Peter I (wafat
1104 M) dan Raja Aragon. Bahkan, di saat menduduki tahta,
papar Ensikolpedi Islam, Raja
Alonso IV mencetak uang dengan
memakai bahasa Arab. Di Sicilia pengaruh pemikiran dan
peradaban Islam lebih besar lagi.
‘’Raja-raja Normandia yang
memerintah sebagian besar Eropa
dari pangkalan mereka di Sicilia
meramaikan istana mereka dengan mengundang begitu
banyak ilmuwan Muslim,’’ papar Dr
Qasim. Raja Roger I, misalnya,
mengumpulkan para filsuf, dokter,
dan ahli-ahli Islam dari berbagai
disiplin ilmu. Bahkan, Raja Roger II
menggunakan pakaian Arab
sebagai pakaian kebesarannnya.
Pengaruh Islam pada zaman itu
juga masuk ke gereja-gereja,
dengan munculnya ukiran dan tulisan-tulisan Arab di dinding-
dindingnya. Bahkan, tren mode
pakaian, wanita-wanita Kristen di
Sicilia lebih meniru busana wanita
Islam. ‘’Raja-raja Normandia telah
menjadi emir-emir Timur yang
dikelilingi para penyair dan filosof
seperti para raja dan sultan
Muslim,’’ tulis Hugh Trover Rober
dalam The Rise of Christian Europe. Bahkan, kata Rober,
bahasa Arab menjadi bahasa resmi
dalam catatan administrasinya. Malah Raja Frederik II yang
dikenal sebagai ‘’Sultan Sisilian
yang tak dibaptis’’ mulai
mendirikan pusat penerjemahan.
‘’Ia menugaskan Michael Scott dan
yang lainnya untuk menerjemahkan buku-buku
berbahasa Arab ke dalam bahasa
Latin,’’ papar Rober. Bahkan, di
Sicilia dibangun Universitas Napoli
dan menjadikan buku-buku yang
ditulis para ilmuwan Islam sebagai rujukan utama. Jika menilik pada pembagian
periode tiga munculnya
orientalisme, yang dimulai pada
masa sebelum meletusnya Perang
Salib, pada zaman itulah
orientalisme sudah mulai berlangsung. Orientalisme pada
periode sebelum Perang Salib juga
dibuktikan dengan banyaknya
pelajar dari berbagai penjuru
Eropa, seperti Prancis, Inggris,
Jerman, dan Italia yang datang untuk belajar ke dunia Islam. Salah satu tokoh Katholik yang
menuntut ilmu di dunia Islam
adalah Paus Silvester II ( menjadi
Paus dari 999-1003). Pada waktu
mudanya, Ia bernama Gerbert
d’Aurillac. Ia sempat belajar ke Andalusia. Selain itu, ada pula
Adelard dari Bath (1107-1135)
yang juga belajar di Andalusia dan
Sicilia yang kemudian menjadi
guru Pengeran Henry dan kelak
menjadi raja di Inggris. ‘’Pada zaman inilah muncul
orientalisme di kalangan
masyarakat Barat,’’ tulis
Ensiklopedi Islam. Di era itu,
bahasa Arab menjadi bahasa yang
harus dikuasai dan dipelajari dalam bidang ilmiah dan filsafat.
Sejumlah perguruan tinggi di
Eropa pun memasukan bahasa
Arab sebagai bagian dari
kurikulum, sehingga wajib
diajarkan. Perguruan tinggi yang
mengajarkan bahasa Arab itu
antara lain, Bologna di Italia pada
1076 M. Chartres di Prancis tahun
1117, Oxford di Inggris tahun
1167, dan paris pada tahun 1170. Masuknya pelajaran bahasa Arab
dalam kurikulum telah melahirkan
sejumlah penerjemah karya-karya
dari dunia Islam ke dalam bahasa
Latin, seperti Constantinus
Africanus (wafat 1087), dan Gerard Cremonia (wafat 1187 M). Pada fase pertama ini, orientalisme
bertujuan untuk memindahkan
ilmu pengetahuan dan filasafat
dari dunia Islam ke Eropa. Menurut
Ensiklopedi Islam, ilmu
pengetahuan yang berkembang di dunia Islam itu kemudian diambil
sebagaimana adanya. Red: Heri Ruslan

Kamis, 12 Januari 2012

muallaf-CRISTINA MORRA

Kuucapkan
Syahadat di Dalam Pesawat. REPUBLIKA.CO.ID,
Nama saya Christina
Morra dan dilahirkan
dalam sebuah keluarga Kristen. Saya mempunyai
tiga saudara lelaki dan tiga
saudara perempuan. Kami
berhenti datang ke gereja ketika
usia saya enam tahun. Kami
percaya bahwa lebih baik membaca Injil di rumah karena
kami tidak dapat menemukan
gereja dengan doktrin bisa kami
patuhi, makanya lebih baik kami di
rumah saja. Saya yakin bahwa
sikap agamis keluargalah yang menyebabkan saya memeluk
Islam. Saya juga yakin bahwa
perjalanan menuju Islam bermula
ketika saya baru lahir. Salah satu
perkara yang saya pelajari dalam
Islam ialah konsep fitrah. Artinya setiap anak yang lahir dalam
keadaan suci, bebas dari sebarang
dosa. Oleh karenanya, kita bisa
memanggil anak atau bayi sebagai
Muslim. Hanya ibu bapaknyalah yang
mengajarnya untuk menjadi
seorang Yahudi atau Kristen. Saya
begitu tertarik sekali dengan
kepercayaan Islam ini karena saya
menyetujuinya sepenuh hati. Fakta menyebutkan bahwa Muslim
berusaha untuk kembali dalam
keadaan suci dan menjadi orang
terbaik bisa menjadi benar pada
pandangan saya. Saya mulai mengenal Islam dari
beberapa orang rekan Muslim saya
di internet. Tidak semua teman
saya Muslim, tetapi Alhamdulillah
saya punya beberapa orang teman
Muslim yang baik. Sebelumnya memang saya tidak mengetahui
apa-apa. Hanya, saya teringat
pada seorang Muslim yang bekerja
dengan ayah saya. Waktu itu saya
belajar mengucapkan
"Assalamualaikum". Saya tertarik dengan orang ini
yang kelihatan lembut dan damai
serta berpakaian serba putih.
Perlahan-lahan saya baru bahwa
memberi salam kepada anak-anak
merupakan satu perbuatan baik. Saya pernah menulis satu artikel
berkaitan dengan kecenderungan
dan minat saya untuk belajar
tentang berbagai budaya dan
kemanusiaan. Ketika itu saya
belajar di sekolah tinggi. Artikel itu mendapat perhatian dari guru
pembimbing kami. Guru bahasa
Inggris saya turut memuji artikel
tersebut. Ketika masa berlalu,
hubungan saya dengan umat
Islam juga semakin meningkat. Saya menjadi lebih tertarik untuk
belajar mengenai Islam. Ketika kuliah, saya mengambil
mata kuliah agama. Sayangnya,
materi yang disampaikan tidak
banyak memberikan informasi
tentang Islam. Saya merasa yang
harus dipelajari adalah Islam. Oleh karena itu, saya mengambil mata
kuliah Islam klasik. Saya juga turut
belajar bahasa Persia karena
begitu minat untuk mempelajari
bahasa. Asik dengan minat yang
saya geluti membuat saya memutuskan tidak melanjutkan
kuliah bidang arsitektur. Teman baik saya, Ehsan, seorang
yang saya kenal lewat internet,
adalah teman baik untuk belajar
Alquran. Saya banyak sekali
menanyakan persoalan berkaitan
Islam kepadanya. Dia datang dari Iran untuk menemui saya di
Amerika. Kami bertemu di Texas.
Saya juga bertemu dengan ramai
warga Iran di sana. Kemudian saya
kembali ke
universitas, pada saat itulah saya memasuki kelas
Klasik Islam. Saya tetap
melanjutkan pembahasan saya
tentang Islam bersama Ehsan.
Saya benar-benar puas hati
dengan pembelajaran Islam saya. Karena saya mengambil studi
bahasa. Bahasa Arab merupakan
satu hal yang amat penting buat
saya. Saya juga mendapati bahwa
dalam Islam, tidak seperti Kristen,
kita haruslah berusaha untuk
melakukan perbuatan-perbuatan
baik demi Allah. Melakukan
perbuatan yang diridhai oleh-Nya. Walaupun secara alami kita
bukanlah manusia sempurna dan
tidak bisa menjamin diri sendiri
untuk bisa masuk surga. Lalu
mengapa harus menghukumi
orang lain? Agama yang saya anut adalah sebuah agama dimana
sebagai manusia biasa, kita diberi
kesempatan untuk meminta maaf
dan bertobat. Seorang pelacur bisa
masuk surga karena memberi air
pada seekor anjing, sebuah perbuatan yang kelihatan amat
mudah tetapi diridhai Allah. Kesimpulannya, Islam memberi
jawaban atas segala persoalan
yang menjadi tanda tanya bagi
saya selama ini. Dahulu saya
pernah terpikir memiliki agama
yang sempurna. Saya percaya bahwa manusia harus memiliki
agama, bahwa Tuhan
berhubungan dengan mereka dan
tidak meninggalkan mereka. Saya
menemui konsep tersebut dalam
Islam, makanya saya bisa memberikan kepercayaan saya
pada agama ini dan segala yang
saya temukan adalah benar dan
sempurna. Tidak lama kemudian, saya pergi
ke Texas dan Ehsan memberi
dukungan untuk saya
menyebutkan kalimat syahadah.
Dia mengajarkan saya cara
menunaikan shalat, sebelumnya saya sudah melihat dia
menunaikan shalat. Shalat adalah
sebuah manifestasi yang indah.
Bagaimana pun saya masih
berpendapat saya harus belajar
lebih banyak lagi. Islam adalah sebuah agama yang luas dan saya
ingin sekali memeluk agama Islam
pada hari yang istimewa. Ketika saya melakukan
penerbangan dari Texas pulang ke
Tennessee, pesawat yang saya
naiki mengalami gangguan
sebelum memulai penerbangan.
Saya terpikir akan kematian yang bisa datang tiba-tiba. Jika saya
mati menghadap Tuhan, saya
belum juga menjadi seorang
Muslimah. Saya tidak ingin perkara
tersebut terjadi. Maka saya pun
memikirkan untuk mengucap syahadat dan Allah SWT sebagai
saksinya. Kemudian, saya menyebut
kembali kalimat syahadat di
hadapan Ehsan sebagai saksi. Itu
bertepatan dengan hari lahir Nabi
Muhammad Saw . Dahulu saya
merasa bingung dengan masa depan saya, apa yang akan saya
lakukan, apa akan jadi dengan diri
saya. Ketika mengenang kembali
hal tersebut, saya tahu bahwa
sebenarnya saya belum menemui
jalan yang membawa saya kepada Islam. Insya Allah Allah akan
membimbing saya dan membuka
jalan untuk saya mempelajari Islam
sekarang dan disepanjang
kehidupan saya, sehingga saya
dapat pula mengembangkannya. Alhamdulillah Islam sebenarnya
adalah indah, jauh dari rasisme
dan kebencian. Islam merupakan
bimbingan sempurna yang dapat
memenuhi keperluan individu dan
masyarakat. Saya benar-benar percaya bahwa seseorang itu
memerlukan Islam untuk
menjadikan dunia ini tempat yang
lebih baik dan membentuk sebuah
tempat yang lebih kokoh. Islam
bukan untuk diperdebatkan dan mencari perhatian. Sejatinya,
mengamalkan Islam dengan benar
merupakan cara terbaik untuk
semua manusia di alam sejagat ini.
Alhamdulillah, saya bertemu
orang-orang sedemikian dan insya Allah saya akan berusaha untuk
menjadi orang seperti itu demi
Allah. Red: Endah Hapsari

Rabu, 11 Januari 2012

muallaf-ALICYA BROWN

Alicia Brown: Bahagia Menjadi
Muslimah REPUBLIKA.CO.ID, Alicia Brown
adalah seorang wanita muda asal
Texas, Amerika yang dibesarkan
dari keluarga Kristen. Kedua orang
tuanya tidak pernah membimbing
agama secara baik kepadanya. “Aku bukan berasal dari keluarga
yang religius,” ungkapnya. Ketika
kecil, kedua orang tuanya
memang membaptis dirinya secara
Kristen. Tetapi ia dan keluarga
sangat jarang untuk beribadah dan pergi ke gereja. Kondisi keluarga Alicia diperparah
ketika kedua orang tuanya
bercerai diusianya yang baru 10
tahun. Hingga usianya 17 tahun,
Alicia dan adiknya tinggal bersama
Ayahnya. Ketika hidup bersama sang Ayah, ia pun selalu menerima
perlakuan kasar, namun tidak
pada adiknya. Itu dikarenakan,
sang Ayah selalu mengingat wajah
Ibunya ketika memandang Alicia
dan kebencian akan sang istri pun muncul. Sejak menerima kekerasan itu,
Alicia pun semakin membenci
Ayahnya dan mencari pelarian.
“Aku hanya mau melakukan yang
menurutku menyenangkan,”
ungkapnya. Ia pun menggunakan narkotika, sering mabuk-mabukan
dan berhubungan seks, namun
ternyata semua itu tidak pernah
memenuhi kepuasan diri dan
emosionalnya. Sampai akhirnya ia
memutuskan untuk tinggal bersama sang Ibu ketika ia
berumur 17 tahun. Ia berharap dengan tinggal
bersama Ibu, kehidupannya pun
berubah menjadi lebih baik.
Namun kenyataan berkata lain,
ternyata pola hidup Alicia
bertambah buruk. Alicia beberapa kali berhubungan intim dengan
sahabat prianya di SMA, yang
akhirnya membawa ia hamil diluar
nikah di usianya yang masih
sangat belia. Setelah putri
pertamanya lahir, ia masih menjalani masa-masa terparah
bersam pasangan prianya. Bersama pasangan hidupnya pula,
ia mengkonsumsi narkoba dan
mariyuana bahkan kokain. Setelah
tiga bulan menjalani hidup seperti
itu, akhirnya ia memutuskan harus
mengakhiri semua ini. Dan Alicia pun meninggalkan pasangan
prianya, keputusan itu ia ambil
setelah pria itu tidak mau berubah
dan berhenti dengan kebiasaan
buruknya. “Saya pikir dia juga mau
berubah, namun ternyata aku salah,” ungkapnya. Kondisi ini diperparah setelah
putrinya didiagnosa mengalami
penyakit sindrom Guillain-Barre,
yang menyebabkan kelumpuhan
otot. Akhirnya Alicia pun
membawa putrinya ke Rumah Sakit (RS). Dari sinilah ia mulai
sadar akan kehidupan buruknya
selama ini, dan berjanji akan
memperbaiki jalan hidupnya.
Alicia mulai
bersentuhan dengan Islam, ketika
berkenalan dengan Hayat di
rumah sakit. Ia mulai
memberanikan bertanya tentang
agama yang sejak kecil tidak pernah ia pahami. Dari Hayat
inilah ia pun mulai mengenal Islam
secara lebih baik. Sebelumnya ia pun memiliki
persepsi yang negatif tentang
Islam, meski ia dibesarkan dalam
Kristen yang tidak begitu religius.
Ia meyakini paham Islam sangat
bertentangan dengan Kristen. Ia meyakini Yesus mati di kayu salib
dan sebagai anak Allah, namun
tidak dalam Islam. ”Berkat pertanyaanku ke beberapa
teman Muslim akan agama.
Perlahan kebingunganku terhadap
agama pun mulai terjawab,”
ungkap Alicia. Seperti pertanyaan
mengapa Yesus harus mati di kayu salib untuk dosa manusia? atau
mengapa Tuhan tidak
mengampuni saja dosa manusia
tanpa harus Yesus disalib?
Mengapa ini harus terjadi, padahal
Allah adalah Maha Pengampun dan Maha Kuat? Akhirnya Alicia pun memulai
membaca Alkitab untuk
memperjelas semua keyakinan
Kristennya. Namun ia tidak juga
mendapatkan kepuasan batin.
Karena dalam Alkitab sendiri banyak versi terjemahan yang
berbeda. Bahkan ketika ia
berkunjung ke satu gereja dengan
gereja lain, Ia mendapati berbagai
versi Alkitab dari berbagai gereja.
“Itu semakin membuatku bingung,” ujarnya. Alicia sempat iri ketika melihat
Islam yang hanya memegang satu
versi kitab suci Al-Quran. Dan
hampir semua orang Islam
memahami konsep agamanya
sesuai Al-Quran. Membaca terjemahan dalam bahasa inggris
sama persis dengan apa yang
disampaikan dengan bahasa arab.
Dan yang mengherankan baginya,
ternyata konsep agama Islam dan
ketuhanannya lebih mudah ia pahami. Inilah yang membuatnya
semakin tertarik terhadap Islam. Alicia pun memberanikan
memeluk agama Islam di akhir
tahun 2011 dengan bantuan
Hana, ibunya Hayat. Hana pun
menunjukkan beberapa ayat
didalam Al-Quran untuk benar- benar meyakini akan keputusanku.
Diantaranya tentang posisi Yesus,
yang mengatakan bahwa ia bukan
Tuhan namun hanya nabi utusan
Allah. Dan di akhir ayat tersebut ia
membaca terjemahan ‘Untuk orang yang mencari tanda, ini
adalah tanda bagi orang yang
berfikir.’ Kemudian Hana mengatakan, ''ini
adalah tanda untukmu Alicia.''
“Bagi saya itu perasaan yang luar
biasa menghampiri saya, dan
seketika itupula saya menangis,”
ujarnya. Ini adalah persis seperti apa yang ia cari selama ini, dan ia
meyakini Tuhan memberikan
Islam, karena ini adalah sesuatu
yang spesial. Itu terbukti dengan
perasaan yan ia alami yang benar-
benar membuatnya bahagia, ia tidak pernah merasakan
kebahagian seperti ini
sebelumnya. “Aku tidak pernah
sebahagia ini sampai ketika aku
memeluk Islam” jelasnya. Alicia merasa benar-benar seperti
memulai kehidupan yang baru. Ia
mengibaratkan, seperti
melepaskan beban berat yang
selama ini telah dipikulnya. Ia
merasakan lebih lapang dan mudah serta tidak perlu khawatir
tentang berbagai hal. “Insya Allah,
saya telah berkomitmen dengan
Islam dan semua hal yang terjadi
dalam hidup saya sebelumnya
tidaklah penting lagi,” paparnya. Red: Heri Ruslan
Rep: amri amrullah

mu'allaf YUSUF DARBESYE

Mualaf Yusuf Derbeshyre: Biografi
Nabi Muhammad Membuatku
Memilih Islam (1) REPUBLIKA.CO.ID, Saya
bernama, Yusuf Derbeshyre.
Sebelum menjadi Muslim, saya
adalah apa yang Anda bisa
mengklasifikasikan sebagai "tipe
pemuda Inggris pada umumnya".Saya biasa pergi
minum-minum pada malam Sabtu,
dan semua hal semacam
itu. Namun, semuanya berubah
sekitar lima tahun yang lalu, ketika
saya pergi berlibur ke Yunani. Biasanya, jika kita ingin berlibur,
kita akan punya banyak buku
dikemas dalam ransel untuk
dibaca. Maka, saya pun pergi ke
sebuah toko buku dan mencari
sebuah buku yang bagus. Ternyata, setelah melihat-
lihat di toko buku tersebut, dan
saya tidak bisa menemukan apa-
apa yang saya anggap menarik.
Saya masih memakai ransel di
punggung saya, dan ketika saya berbalik untuk pergi, saya
mengetuk rak buku dan semua
buku jatuh. Karena malu, saya mengambil
semua buku, termasuk sebuah
buku yang ditulis Barnaby
Rogerson yang menuliskan
tentang biografi Nabi Muhammad. Saya membaca halaman pertama
dan isinya menarik. Saya
membaca halaman kedua.
Membawanya ke meja kasir,
membelinya dan membawanya
berlibur dengan saya. Setelah membaca buku itu, saya
pikir "Ya saya ingin belajar lebih
banyak." Ketika saya kembali dari liburan,
saya mulai pergi ke masjid dekat
rumah. Di sana, saya mengungkap
niat untuk belajar lebih banyak
tentang Islam. Dan Imam, yang
membantu saya membaca syahadat, mengatakan "Nah,
sejujurnya, cara terbaik untuk
memahami Islam adalah menjadi
seorang Muslim." Saya tidak berpikir dua kali tentang
hal itu. Saya langsung bersaksi
mengucap syahadat di sana dan
saat itu juga. Sebagai
seseorang yang baru menjadi
Muslim, Anda menemukan bahwa
Anda semacam memiliki
kesamaan dari para sahabat Nabi.
Ini karena mereka semua juga seorang mualaf. Dan, saya
merasakan adanya kesamaan
dengan Hamzah, seorang tentara
Muslim. Sebelum menjadi Muslim, ia sering
minum minuman keras dan hidup
yang keras, serta ia sangat
menikmati hidupnya. Ternyata, dia
lebih menikmati hidupnya dengan
penuh setelah ia menjadi seorang Muslim. Saya sangat memiliki
kesamaan dengannya, dan
merasa ada hubungan di antara
kita. Kebersamaan kami terus berlanjut
hingga saya memutuskan untuk
berhaji. Ketika itu saya sempat
mendatangi tempat terjadinya
Perang Uhud. Ketika itulah saya
merasakan dorongan emosional yang kuat. Ketika turun dari bus dan berjalan,
rasanya saya seperti sedang
berjalan melalui ketenangan. Saya
merasa sangat emosional, dan air
mata hanya mengalir di wajah
saya, dan saya tidak bisa menghentikan mereka, tidak tahu
mengapa. Jadi saya terus berjalan, dan ketika
saya turun di jalanan berpasir, saya
merasakan kesedihan saya sirna.
Aneh, pikir saya. Tapi, saya terus
berjalan menuju pemakaman. Aku
berdoa untuk para tentara saat Perang Uhud, termasuk untuk
Hamzah. Ketika waktu pergi tiba dan
sedang berjalan melintasi jalanan
berpasir, perasaan itu muncul
lagi. Saya hanya bisa menangis.
Seseorang bertanya kepada saya
"Ada apa?" Dan saya mengatakan semuanya kepada dia, petugas
penerjemah rombongan kami. Dia mengatakan, "Ketika Nabi
kami tahu apa yang terjadi kepada
pamannya ia menangis, dan
hanya menangis dan menangis." Saya berkata "Saya merasa di sini,
di dada saya, untuk Hamzah dan
saya merasa terpukul dan terharu
sepenuhnya.'' Ketika saya pulang, saya berkata
pada istri saya, yang sedang hamil
saat itu."Jika kita memiliki seorang
putra, saya ingin memanggilnya
Hamzah.'' Rupanya, kami mendapatkan
seorang gadis kecil. Jadi sebelum
saya pergi menemui ibuku, saya
melihat di internet untuk melihat
apakah ada perempuan yang
memiliki hubungan dengan Hamzah, agar dapat memberinya
nama perempuan tersebut. Sayang, saya tidak bisa
menemukan sesuatu. Istri saya
mengatakan "Tanyakan ibumu".
Jadi saya bertanya pada ibuku dan
ibuku mulai mencari. Beberapa
hari kemudian, dia bilang dia mencari melalui internet dan
menemukan tiga nama untuk kita.
Yang paling kami suka adalah
Safiyya. Jadi kami berpikir
"Baiklah, kita akan memberinya
nama Safiyya". Beberapa bulan setelah kami
melakukan itu, saya merasa
sangat tertekan dan frustrasi. Saya
punya buku dan membaca
tentang kisah setelah Uhud. Di
lembar awal, buku itu hanya menceritakan tentang proses
kematian dan penguburan para
tentara Muslim dan Hamzah
sendiri. Kemudian buku itu mulai
berbicara tentang adik Hamzah
yang datang dengan dua potong kain. Dan, nama adik Hamzah
adalah Safiyya! Red: Endah Hapsari
Rep: aghia khumaesi